Senin, 06 Juli 2015

SYI’AH ISMA’ILIYAH


KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “SYI’AH ISMA’ILIYAH/SYI’AH SAB’AH”  ini sesuai waktu yang telah ditentukan.
Ucapan terima kasih yang tidak terhingga kami sampaikan kepada semua pihak, dosen pembimbing, teman-teman, dan keluarga yang langsung maupun tidak langsung telah memberikan semangat yang tak terhingga yang mampu menyelesaikan tugas mata kuliah “Ilmu Kalam” sehingga kami dapat memenuhi tugas dengan baik dan benar.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami meminta maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan tugas ini, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan guna untuk perbaikan  pada tugas berikutnya.
Akhirnya, kami hanya berharap agar tugas ini dapat membangun kami untuk membuat tugas yang lebih baik lagi. Di samping itu kami sangat berharap semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, Amin.

Jember, 7 April 2014


Penulis


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................... i       
DAFTAR ISI................................................................................................... ii      
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1                  
A.    Latar Belakang................................................................................ 1      
B.    Rumusan ........................................................................................ 1      
C.    Tujuan ............................................................................................ 1      
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 2      
A.    Asal-usul Syi’ah isma’iliyah........................................................... 3      
B.     Doktrin-doktrin Syi’ah Isma’iliyah................................................ 4
C.     Ajaran Syi’ah Isma’iliyah............................................................... 5      
BAB III PENUTUP......................................................................................... 7
A.    Kesimpulan..................................................................................... 7      
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 8      






BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar belakang
            Semakin majunya zaman semakin banyak pula tantangan zaman yang menghantam keteguhan Islam, seiring dengan hal tersebut membuat semakin banyak aliaran yang menamakan dirinya Islam tetapi tidak sesuai dengan ajaran Ahli sunnah wal jama’ah, bagi orang yang tidak mengetahuinya akan gampang sekali terkecoh, agar kita tidak gampang terjerumus dalam ajaran yang sesat seyogyanya kita harus mengkaji ajaran-ajaran tersebut secara mendetail baik ajarannya,doktrin-doktrinya,dan seluk-beluk keimanannya.
            Penulis akan menjelaskan tentang salah satu ajaran yang sangat berkembang pada zaman Dinasti Fatimiyah yaitu Syi’ah Isma’iliyah, penulis juga akan menjelaskan perbedaan Isma’iliyah dengan sekte Syi’ah lainnya, kenapa Isma’iliyah terpecah dari Syi’ah Imamah,dan doktrin-doktrin apa saja yang telah diungkapkan.
            Syi’ah Isma’iliyah adalah sekte Syi’ah yang ekstrem dalam menfonis tentang kemaksuman para Imamnya, sehingga membuat perbedaan yang sangat besar dalam area Syi’ah, tetapi mski pun terdapat banyak perbedaan tetep saja Isma’iliyah adalah sakte yamg sama dengan sekte Syi’ah lainnya yaitu sama-sama mengagungkan para Imamnya. Selebihnya penulis akan menjelaskannya dalam makalah ini.
B.     Rumusan masalah

·         Bagaimana asal-usul Syi’ah Isma’iliyah ?
·         Apa saja doktrin-doktrin dari Syi’ah Isma’iliyah ?
·         Apa saja ajaran lain dari Syi’ah Isma’iliyah ?
·         Apa pendapat Syi’ah Isma’iliyah tentang sifat-sifat Allah ?

C.    Tujuan

·         Untuk mengetahui asal-usul dari Syi’ah Isma’iliyah.
·         Untuk mengetahui doktrin-doktrin Syi’ah Isma’iliyah.
·         Untuk mengetahui ajaran lain dari Syi’ah Isma’iliyah.
·         Untuk mengetahui pendapat Syi’ah Isma’iliyah tentang sifat-sifat Allah.
·         Memenuhi tugas makalah mata kuliah Ilmu Kalam.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    ASAL-USUL SYI’AH ISMA’ILIYAH
Syi’ah Isma’iliyah atau Syi’ah Sab’iyah adalah perpecahan dari Syi’ah Imamiyah yang meyakini bahwa NABI MUHAMMAD telah menunjuk Syayyidina Ali sebagai Imam penggantinya dengan penunjukan yang jelas dan tegas. Oleh karena itu, mereka tidak mengakui keabsahan kepemimpinan Syayyidina Abu Bakar,Umar,dan Utsman. Bagi mereka persoalan imamah adalah salah satu persoalan pokok dalam agama atau usuluddin.Syi’ah Imamiyah terpecah menjadi beberapa golongan yang terbesar adalah Syi’ah Itsna Asyariah atau Syi’ah Dua belas dan Syi’ah Isma’iliyah atau  Sab’iyah(Syi’ah tujuh).
Istilah Syi’ah Sab’iyah (Syi’ah Tujuh) dianalogikan dengan Syi’ah Itsna Asyariyah. Istilah ini memberikan pengertian bahwa sekte Syi’ah yang ini anya mengakui tujuh Imam. Tujuh Imam itu adalah Syayyidina Ali,Syayyidina Hasan,Syayyidina Husain,Ali Zainal Abidin,Muhammad Al Baqir,Ja’far Ash-syiddiq,dan  Isma’il bin Ja’far Ash-syiddiq,oleh karena itu sekte ini di namakan Syi’ah Isma’iliyah.
Berbeda dengan Syi’ah Sab’iyah,Syi’ah Itsna Asyariah membatalkan  Isma’il bin Ja’far sebagai Imam ketujuh karena di samping Isma’il berkelakuan tidak terpuji juga kerena dia wafat (143 H/760 H) mendahului ayahnya,Ja’far(W 765). Dan sebagai pengganti Isma’il di angkat lah Musa AL-Khadzim,adik Isma’il. Sedangkan Syi,ah Sab’iyah menolak pembatalan di atas berdasarkan sistem pengangkatan Imam dalam Syi’ah dan menganggap Isma’il tetap sebagai imam yang ketujuh dan seeninggalnya diganti oleh putranya yang tertua,Muhammad bin Isma’il. Muhammad bin Isma’il lebih di kenal dengan sebutan Muhammad Al-Maktum(yang bersembunyi).
Golongan Syi’ah Isma’ilyah berpendapat selama Imam belum mempunyai kekuatan yang cukup untuk mendirikan kekuasaan , maka Imam tersebut perlu menyembunyikan diri, baru setelah merasa cukup kuat ia akan keluar dari persembunyiannya itu. Selama masa persembunyiannya itu sang Imam memerintahkan utusan-utusannya untuk menggalang kekuatan. Oleh karena itu ,beberapa Imam setelah Muhammad Al-Maktum selalu menyembunyikan diri sampai masa Abdullah Al-Mahdi yang kemudian berhasil mendirikan dan menjadi khalifah pertama Diinasti Fatimiyah di Mesir.


Sebagian dari sekte ini percaya bahwa sebenarnya Isma’il bin Ja’far tidak meninggal dunia, melaikan hanya ghaib dan akan kembali lagi ke dunia nyata pada akhir zaman. Mereka di sebut As-sab’iyah atau golongan yang percaya pada tujuh Imam. Untuk sekte ini Imam terakhir adalah Imam Isma’il bin Ja’far. Golongan Isma’iliyah sampai saat ini masih ada, namun jumlah mereka sangatlah sedikit. Pengikut sekte ini yang banyak terdapat di India. Salah seorang Imam Syi’ah Isma’iliyah di wilaywh tersebut di kenal dengan nama Aga Khan

B. DOKRIN IMAMAH DALAM PANDANGAN SYI’AH ISMA’ILIYAH
            Para pengikut Syi’ah Isma’iliyah/Sab’iyah percaya bahwa islam dibangun oleh tujuh pilar, sepertiyang di jelaskan Al-Qadhi An-Nu’man dalam Dam’ain Al-Islam. tujuh pilar tersebut adalah :
1.      Imam
2.      Taharah
3.      Shalat
4.      Zakat
5.      Saum(puasa)
6.      Menunaikan haji
7.      Jihad
Berkaitan dengan pilar(rukun) pertama,yaitu ImamQadhi An-Nu’man(974 M) memerincinya sebagai berikut : iman kepada ALLAH, iman kepada syurga, iman kepada neraka, iman kepada hari kebangkitan,iman kepada hari pengadilan, iman kepada Nabi dan Rosul, iman kepada Imam, percaya, mengetahui, dan membenarkan Imam zaman.
Dalam pandangan kelompok Syi’ah Isma’iliyah/Sab’iyah, keimanan hanya bisa diterima apabila sesuai dengan keyakinan mereka yaitu melalui walayah (kesetiaan) kepada imam zaman. Imam adalah seseorang yyang menuntun pada pengetahuan (ma’rifat) dan dengan pengetahuan tersebut seorang muslim akan menjadi mukmin yang sebenar-benarnya. Untuk itu, mereka berargumen bahwa manusia akan memasuki kehidupan spiritual, kehidupan formal-material sebagai individu dan kehidupan sosial yang semuanya memerlukan aturan. Manusia tidak dapat melalui kehidupan itu, kecuali dengan bimbingannya(Imam). Bimbingan tersebut meliputi kepemimpinan dan pembaharuan kehidupan, pengetahuan, aturan-aturan, dan bimbingan pemerintahan yang semuanya harus berdasarkan Islam. Pribadi yang dapat melakukan bimbingan seperti itu adalah pribadi yang di tunjuk oleh Allah dan Rosul-Nya. Rosul pun menunjukkan atas perintah Allah. Penunjukan Imam adalah melalui wasiat.



Syarat-syarat seorang imam dalam pandangan Syi’ah Isma’iliyah adalah sebagai berikut :
a)      Imam harus dari keturunan Syayyidina Ali melalui perkawinannya dengan Siti Fatima Az-Zahra yang kemudian di kenal dengan Ahlul bait.
Berbeda dengan aliran Khaisaniyah, pengikut Mukhtar Ats-Tsaqafi yang mempropagandakan bahwa keimaman harus dari keturunan Alimelalui pernikahannya dengan seorang wanita dari Bani Hanifah dan mempunyai anak yang bernama Muhammad bin Al-Hanafiyah.
b)      Imam harus berdasarkan penunjukan atau nash. Syi’ah Isma’iliyah meyakini bahwa setelah Nabi wafat, Ali menjadi Imam berdasarkan penunjukan khusus yang dilakukan Nabi sebelum wafat. Suksesi keimaman menurut doktrin dan tradisi Syi’ah harus berdasarkan nash Imam terdahulu.
c)      Keimaman jatuh pada anak tertua. Syi’ah Isma’iliyah menggariskan bahwa seorang Imam memperoleh keimaman dengan jalan wiratsah(heredity) dan seharusnya merupakan anak paling tua. Jadi, ayahnya yang menjadi Imam menunjuk anaknya yang paling tua.
d)     Imam harus maksum. Sebagaimana sekte Syi’ah lainnya, Syi’ah Isma’iliyah menggariskan bahwa seorang Imam harus terjaga dari salah satu dosa. Bahkan, lebih dari itu, Syi’ah Isma’iliyah berpendapat bahwa jika Imam melakukan salah perpuatan itu tidak salah. Keharusan maksum bagi Imam dapat ditelusuri dengan pendekatan sejarah. Pada sejarah Iran pra-Islam terdapat ajaran yang menyatakan bahwa raja merupakan Tuhan, atau raja adalah penguasa yang mendapatkan tetesan ilahi (Devine Grace) dan dalam bahasa persia adalah farr-Izadi. Oleh karena itu, seorang raja harus maksum.
e)      Imam harus dijabat oleh seorang yang paling baik (best of men). Berbeda dengan Zaidiyah, Syi’ah Isma’iliyah dan Syi’ah Itsna Asyariyah tidak membolehkan adanya Imam mafdhul. Dalam pandangan Syi’ah Isma’iliyah perbuatan dan ucapan Imam tidak boleh bertentengan dengan syari’at. Seorang imam hampir sama sifat dan kekuasaannya dengan Nabi, perbedaannya terletak pada kenyataan bahwa Nabi mendapatkan wahyu, sedangkan Imam tidak mendapatkannya.
f)       Syi’ah Isma’iliyah berpendapat bahwa seorang Imam harus mempunyai pengetahuan (ilmu) dan pengetahuan walayah. Pengetahuan yang dimaksud adalah: pertama, seorang Imam harus mempunyai pengetahuan (ilmu), baik ilmu lahir (eksotris) maupun ilmu batin (esoterik). Dengan ilmu tersebut , seorang Imam mengetahui hal-hal yang tidak dapat diketahui orang biasa. Apa yang salah dalam pandangan manusia biasa, tidak harus salah dalam pandangan Imam. Kedua,seorang Imam harus mempunyai sifat walayah, yaitu kemampuan esoterik untuk menuntun manusia ke dalam rahasia-rahasia Tuhan.

Doktrin tentang Imam menempati posisi sentral dalam Syi’ah Isma’liyah. Keputusan dan pengabdian kepada Imam dipandang sebagai prinsip dalam menerima ajaran suci Imam. Isma’iliyah, seperti sekte lainnya, memiliki cita-cita tentang pemahaman dan penerapan Islam dalam keseluruhan totalitasnya agar umat diperintahkan oleh kehendak Tuhan, bukan oleh kehendak manusia yang tidak menentu. Melalui keturunan Ali yang mendapat petunjuk Tuhan, cita-cita di atas dapat tercapai. Tampaknya, keimaman Syi’ah Isma’iliyah  terpengaruh oleh filsafat Neo-Platonisme, terutama teori emanasi-nya. Hakikat emanasi adalah korespondensi Tuhan dengan manusia. Menurut Isma’iliyah, Imam itu mendapat tetesan Ilahi(Devine Grace). Ucapan seorang Imam sepenuhnya merupakan nash syara’ dan wajib dilaksanakan.
      Sepeninggal Isma’il (Imam ketujuh Syi’ah Isma’iliyah), imam-imam selanjutnya merupakan Imam yang tersembunyi sampai berdirinya daulah Fatimiyah (909 M). Tersembunyinya Imam tidak menghalanginya untuk menjadi Imam,dan ia tetap harus dipatuhi. Isma’iliyah berbeda dengan Itsna Asyariyah yang meyakini adanya Imam Al-Mahdi Al-Muntadzir, berkeyakinan bahwa di bumi akan selalu ada imam. Hanya saja Imam adakalanya tersembunyi (batin) dan adakalanya menampakkan diri(dzahir). Ketika Imam bersembunyi maka para DA’I(pelaksana/utusan)nya harus dzahir/tampak, sebaliknya, apabila Imamnya dzahir maka para DA’Inya harus tersembunyi. Isma’iliyah meyakini bilangan tujuh, dan jga mereka percaya bahwa Nabi mempunyai tujuh pelaksana/utusan.

C. AJARAN SYI’AH ISMA’ILIYAH LAINNYA
            Ajaran-ajaran Syi’ah Isma’iliyah yang lain pada dasarnya sama dengan ajaran sekte-sekte Syi’ah lainnya. Perbedaannya terletak pada konsep kemaksuman Imam, adanya aspek batin pada setiap yang lahir dan penolakannya terhadap Al-Mahdi Al-Muntadzar. Apabila dibandingkan dengan sekte Syi’ah lainnya, isma’iliyah sangat ekstrim ketika menjelaskan kemaksuman Imam. Sebagaimana telah dijelaskan, Isma’iliyah berpendapat bahwa walau terlihat melakukan kesalahan dan menyimapang dari syari’at, seorang Imam tidaklah menyimpang karena mempunyai pengetahuan yang tidak dimiliki oleh manusia biasa. Konsep kemaksuman Imam seperti itu merupakan konsekuensi logis dari dokrin Isma’iliyah tentang pengetauan Imam akan ilmu batin.
            Ada satu sekte dalam Isma’iliyah yang berpendapat bahwa Tuhan mengambil tempat dalam diri Imam. Oleh karena itu, Imam harus di sembah. Salah seorang kholifah Dinasti Fatimiyah, Al- Hakim bin Amrillah (1.375 H), berkeyakinan bahwa dalam dirinya terdapat Tuhan karena ia memaksa rakyatnya untuk menyembahnya.


            Menurut Isma’iliyah, Al-qur’an memiliki makna batin selain makna lahir. Dikatakan bahwa segi-segi lahir atau tersurat dari syariat itu di peruntukkan bagi orang awamyang kecerdasannya terbatasdan tidak memiliki kesempurnaan rohani. Bagi orang-orang tertentu mungkin terjadi perubahan dan peralihan, bahkan penolakan terhadap pelaksanaan syariat tersebut karena mendasarkan pada yang batin tersebut. Yang dimaksud dengan orang-orang tertentuadlah para Imam yang memiliki ilmu dzahir dan ilmu batin.
Dengan prinsip takwil, isma’iliyah mentakwilkan, misalnya ayat Al-qur’an tentang puasa yang di artikan dengan menahan diri dari menyiarkan rahasia-rahasia Imam, dan ayat Al-qur’an tentang haji di artikan dengan mengunjungi Imam. Bahkan, sebagian mereka ada yang menggugurkan kewajiban ibadah. Mereka itu adalah orang-orang yang mengenal Imam dan mengetehui takwil (melalui Imam).
            Mengenai sifat Allah, isma’iliyah sebagaimana halnya Mu’tazilah yaitu mereka sama-sama berpendapat meniadakan sifat  dari dzat Allah. Penetapan sifat menurut Isma’iliyah merupakan penyerupaan dengan makhluk.
















BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
            Syi’ah Isma’iliyah adalah perpecahan dari Syi’ah Imamiyah yang memiliki persamaan dan perbedaan, persamaannya terletak pada kepercayaan kepada para Imam dan ahlul bait, dan yang menbedakannya adalah terletak pada pengakuan terhadap Isma’il bin Ja’far Ash-Shadiq yaitu Imam ketujuh Syi’ah Isma’iliyah, dan Isma’liyah juga tidak percaya pada Imam AL-Mahdi Al-Muntazhar, tidak seperti sekte Syi’ah lainnya yang percaya bahwa Al-Mahdi akan datang ketika hari akhir. Dalam konteks pemaksuman Imam, Isma’iliyah sangat ekstem karena meskipun Imam menyimapang dari syari’at sesungguhnya tidak menyimpang karena Imam mempunyai ilmu batin yang tidak di miliki orang biasa dan apapun perintah Imam adalah wajib. Dalam hal sifat-sifat Allah Isma’iliyah berpendapat sama seperti Mu’tazilah yaitu meniadakan sifat-sifat Allah karena menurut mereka penetapan sifat adalah penyerupaan dengan makhluk



.DAFTAR PUSTAKA

Rozak,Abdul dan Anwar,rasihon.2012.ilmu kalam.Bandung:pustaka setia

Penulis sidogiri.2007.mungkinkah –Syi’ah dalam ukhuwah.?.kraton sidogiri: pustaka sidogiri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar