Senin, 06 Juli 2015

HUBUNGAN AGAMA DAN POLITIK/NEGARA


Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Agama
Dosen Pembimbing : Abdul Muis, M.Si.


Disusun Oleh : Kelompok 10
Firman Gilang P.         084131097
Solihatin                      084131126
Ahmad Ardiyanto       084131130
Veri Firdiyanto           084131134
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER
Mei , 2015


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa kabar gembira bagi umat yang bertaqwa.
Makalah yang berjudul Hubungan Agama dan Politik (negara) dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah sosiologi agama. Dalam penulisan makalah ini, penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah berpartisipasi membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih belum sempurna dan banyak kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya, mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat untuk pengembangan pengetahuan pada umumnya dan khususnya pada mata kuliah sosiologi agama.


Jember, 26  Mei  2015


Penulis




DAFTAR ISI

Kata Pengantar..............................................................................................             i
Daftar Isi........................................................................................................             ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang.............................................................................             1
1.2  Rumusan Masalah........................................................................             2
1.3  Tujuan..........................................................................................             2
BAB II PEMBAHASAN
2.1   Pengertian Agama dan Negara..................................................             3
2.2   Pemisahan Agama dan Negara……………………………..                 4         
      2.3   Hubungan Agama dan Negara..................................................             5
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..................................................................................             8
Daftar Pustaka...............................................................................................             9













BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Agama sebagai suatu tatanan hidup individu, keluarga, masyarakat dan negara menjadi sebuah sebuah topik yang menarik untuk di bahas. Terjadi dua kutub berlawanan yang menganggap tidak perlu agama dalam negara. Sebaliknya, ada pula yang menganggap bahwa perlu agama dalam beragama.
            Sejarah mencatat bahwa di abad ke VI dan ke VII Masehi adalah periode sejarah yang paling suram. Nilai-nilai kemanusiaan telah merosot tajam semkin lama semakin menuju ke titik ambang kehancuran. Tidak ada satu pun kekuatan dimuka bumi ini yang dapat merubah keadaan. Pada abad-abad itu manusia tela benar benar lupa akan penciptanya. Dikatakan oleh Ali An Nadwi bahwa tokoh-tokoh agama menyingkir dari medan kehidupan, mengasingkan diri kedalam sinagog-sinagog,gereja-gereja dan tempat –tempat bertapa untuk menyelamatkan diri dan agama mereka, dari kemelut zaman edan atau mengasyikkan diri dengan doa dalam keheningan,membebaskan diri dari segala beban pergumulan hidup lantaran gentar mempertahankan agama,aspirasi politik,jiwa serta harta benda mereka.[1] Kehidupan semacam ini terus menggerus nilai-nilai ilahiyyah dan konsep-konsep wahyu dimana para tokoh-tokoh agama mulai tak mau lagi menurus semua persoalan secara global. Tercetuslah sekularisme yang terus mengandalkan matrealisme secara berlebihan karena tak ada sedikitpun bimbingan Tuhan terhadap peaksanaan kehidupan dimasa itu.
            Berbeda dengan Islam, Islam hadir dengan konsep yang komplek dalam seluruh tatanan hidup, bahka dalam hal negara. Antara negara dan agama tidak dapat dipisahkan karena saling berkesinambungan.
1.2  Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian agama dan negara?
2.      Bagaimana Pemisahan Agama dan Negara?
3.      Bagaimana Hubungan Agama dan Negara

1.3  Tujuan
1.      Mengetahui pengertian agama dan negara.
2.      Mengetahui Pemisahan Agama dan Negara.
3.      Mengetahui Hubungan Agama dan Negara.



           











BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Agama dan Negara
Dalam kajian sosiologis agama diartikan sebagai gejala sosial yang umum dan dimiliki oleh seluruh masyarakat yang ada di dunia ini, tanpa terkecuali. Ia merupakan salah satu aspek dalam kehidupan sosial dan bagian dari sistem sosial suatu masyarakat. Agama juga bisa dilihat sebagai unsur dari kebudayaan suatu masyarakat disamping unsur-unsur lainnya. Meskipun agama berkaitan dengan berbagai kewajiban, ketundukan, dan kepatuhan, tetapi tidak setiap ketaatan itu bisa disebut agama, bergantung pada siapa ketaatan itu diperuntukkan dan atas dasar motivasi apa ketaatan itu dilaksanakan. Ketaatan dan kepatuhan pihak yang kalah perang kepada pihak yang menang perang, ketaatan rakyat terhadap pemimpinnya tidak bisa disebut agama dalam kacamata keilmuan. Berdasarkan hasil studi para ahli sosisologi, dapat diketahui bahwa agama merupakan suatu pandangan hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan individu ataupun kelompok. Keduanya mempunyai hubungan saling mempengaruhi dan saling bergantung dengan semua faktor yang ikut membentuk struktur sosial di masyarakat mana pun.
Secara terminologis, Hasby as-siddiqi mendefinisikan agama sebagai dustur (undang-undang) ilahi yang didatangkan Allah untuk menjadi pedoman hidup dan kehidupan manusia didunia untuk mencapai kerajaan dunia dan kesejahteraan akhirat. Agama adalah peraturan Tuhan yang diberikan kepada manusia yang berisi sistem kepercayaan, sistem penyembahan dan sistem kehidupan manusia untuk mencapai kebahagiaan didunia dan diakhirat.
Menurut Endang saefudin anshari (1990) Agama meliputi sistem kredo kepercayaan atas adanya sesuatu yang mutlak diluar manusia, sistem ritus tatacara peribadatan manusia kepada yang mutlak dan sistem norma atau tata kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan dengan alam lainnya sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan tersebut.
Sedangkan menurut M. Natsir agama merupakan suatu kepercayaan dan cara hidup yang mengandung faktor-faktor tertentu.
Sementara agama islam dapat diartikan sebagai wahyu Allah yang diturunkan melalui para Rosul-Nya sebagai pedoman hidup manusia di dunia yang berisi Peraturan perintah dan larangan agar manusia memperoleh kebahagaian di dunia ini dan di akhirat kelak.
Dalm literatur sosiologi, terdapat beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut istilah politik karena sangat menarik. Mac Iver menyebut politik sebagai negara, sementar Gilllint dan Kinksley Davies menyebutnya sebagai institusi politik. Adapun James Wmenyebutnya sebagai perilaku politik. Politik ialah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalm suatu wilayah tertentu.
Tema hubungan antara agama dan negara merupakan tema yang selalu menjadi perdebatan sejak lama. Permasalahan itu terkait apakah kedua institusi ini terpisah atau saling berkelindan. Perdebatan tersebut mengahasilkan dua kelompok besar yaitu kelompok yang berpendapat bahwa lebih baik agama terpisah dengan negara dan kelompok yang berpendapat bahwa agama tidak boleh dipisahkan dengan negara.
2.2              Pemisahan agama dengan Negara
Komunisme dan kapitalisme, keduanya merupakan kelompok yang menganut pemahaman pemisahan agama dengan negara. Kedua pandangan ini tidak tidak dibangun atas dasar akal. Komunisme dibangun atas dasar materi. Komunisme menyatakan bahwa materi adalah asas dari segala sesuatu. Komunisme tidak tegak bersandar pada dalil-dalil Quran, tetapi tegak di atas dasar materi. Begitu juga kapitalisme, tidak dibangun di atas akal. Kapitalisme lahir atas dasar kompromi (jalan tengah) antara tokoh-tokoh gereja dengan tokoh-tokoh pemikir(intelektual). Mereka sampai pada jalan ini setelah terjadinya pergolakan yang sengit selama berabad-abad antara tokoh agama dengan para pemikir. Jalan kompromi ini berupa pemisahan agama dari kehidupan, yaitu mengakui agama secara eksplisit (tidak terang-terangan), namun realitasnya di pisahka dari kehidupan negara. Oleh karena itu, kapitalisme tidak dibangun di atas akal, melainkan jalan tengah(kompromi). [2]
                           Komunisme merupakan idielogi materialistis yang berdiri atas dasar pengingkaran terhadap sesuatu selain materi. Komunis menganggap bahwa materi bersifat azali, tidak berawal dan tidak berakhir. Materi tidak di ciptakan oleh pencipta. Mereka menganggap bahwa agama adalah candu.

2.3.       Hubungan agama dan Negara          
Dunia Arab jahiliah tidak mengenal politik dalam arti yang sekarang kita kenal. Mereka tidak mempunyai pengalaman nyata dalam apa yang disebut politik madani. Mereka tak pernah bernaung di bawah satu pemerintahan berbudaya maju dan berperadapan, dalam arti pemerintahan yang memiliki sistem politik tertulis. Kalaupun mereka membuat perjanjian secara tertulis, itu dalam lingkup yang sangat sempit.
Sebelum kedatangan nabi, sistem politik di Madinah bergantung sepenuhnya pada konvensi kesukuan atau kabilah. Segala bentuk tradisi, taklid, fanatisme, dan rasa ketergantungan satu sama lain menjadi pijakan kukuh kehidupan mereka. Makkah juga bukanlah sebuah negara dalam arti yang kita kenal sekarang. Meski berbeda dari bangsa Arab lainnya, karena lebih mirip sebuah pemerintahan, namun Makkah tidak memiliki sesuatu yang secara substansional menunjukkan adanya kehidupan politik.[3]
Islam datang meletakkan sistem kenegaraan dengan perundang-undangan yang kokoh serta dasar-dasar administrasi yang kuat dan cermat.Seluruh bernaung di bawah satu pusat. Dengan negara-negara sekitarpun terjalin hubungan yang erat.
Barangkali langkah pertama dalam sejarah perolitikan Islam adalah diperintahkannya para sahabat oleh Nabi untuk hijrah ke Habasyah. Menurt para ulama, ini adalah langkah politik yang sangat bijak, upaya diplomatik sekaligus salah satu bentuk perlindungan politik.Pengamat lain mengatakan, langkah politik pertama dalam Islam adalah dua Baiat Aqabah yang menjadi dasar berdirinya sebuah negara Islam. Dua baiat itu amat berpengaruh terhadap periode-periode berikut, mulai menjalin ikatan persaudaraan antara kaum muslim Muhajirin dan Anshar hingga penyusunan undang-undang tertulis dan rancangan serta arah politik Madinah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dasar-dasar politik pemerintahan di Madinah telah di tanamkan pada Baiat Aqabah musim haji tahun ke sebelas kenabian.
Maka, begitu pindah ke Madinah pasca kedua Baiat Aqabah itu, Nabi langsung menjadi pemimpin yang sah, karena telah dibaiatkan oleh mayoritas pemuka mewakili rakyat madinah dan di atas dasar inilah sebuah negara yang mendapat dukungan penuh telah lahir. Sebuah negara yang lahir di atas teritorial Madinah yang kecil tetapi edang bertumbuh dan di tetapkan batas-batasnya dari seluruh penjuru arah.
Langkah politik pertama yang dilakukan Nabi di negara baru ini adalah menjalin persaudaraan antara kaum muslimin madinah, beliau menyebut mereka kaum Anshor dengan tamu-tamu mereka yang beliau sebut kaumMuhajirin. Untuk menghindari provokasi Nabi membuata perjanjian dengan kaum Yahudi. Dan untuk menjaga stabilitas dan melindungi negara dari serangan musuh, beliau menjaklin hubungan politik dengan kelompo-kelompok masyarakat yang berada di sekitar Madinah. Langkah-langkah ini terbukti strategis sehingga menjadi aman dan kondusif.
Kini pusat kekuasaan Islam itu bersiap mengembangkan sayap. Politik jangka panjang mulai di canangkan. Gerkan wjib militer ditanamkan dalam jantung umat Islam. Dan kelak mereka menjadi bagian yang sangat diperhitungkan di atas percaturan polti yang tangguh dan mapan.
Kini langkah politik Nabi berjalan mulus, situasi terkendali terytama pasca perjanjian damai hudaibiyah. Suasana yang ditebarkan Nabi di seluruh jazirah Arab juga dibungkamnya kekuatan kafir Quraisy di Makkah membuat reputasi beliau meluas.
Maka ketika Nabi menghadap sang kekasih Agung, sendi-sendi politik Islam telah tertancap kuat dan gerakan diplomatik tingkat tinggi telah berjalan mantap. Dengan begitu, negara mampu membangun dasar-dasar kebudayaan dan peradaban di segala bidang yang tak lapuk dari zaman ke zaman.










 
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Agama adalah tatanan hidup individu, keluarga, masyarakat, dan negara. Negara merupakan institusi yang mengayomi masyarakat banyak. Kapitalisme Sekularisme dan Komunisme memisahkan negara dari agama. Namun Islam dalam konsepnya tidak dapat memisahkan peranan agama dalam beragama.














DAFTAR PUSTAKA
Abazah, Nizar, Ketika Nabi di Kota, Jakarta: Zaman, 2010
Al-Nadwi, Abu Hasan Ali. Islam membangun peradaban dunia, Jakarata, PT Dunia Pustaka Jaya,1988
Haryanto, Sindung. Sosiologi Agama, Yogyakarta : Ar Ruzz Media,2015





[1] Abul hasan Ali An Nadwi, Islam Membangun Peradaban Dunia, hal.55
[2] Haryanto, Sindung. Sosiologi Agama, Yogyakarta : Ar Ruzz Media,2015. Hal 257
[3] Nizar Abazah, Ketika Nabi di Kota, Jakarta: Zaman, 2010. Hal 441

Tidak ada komentar:

Posting Komentar