Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Agama
Dosen Pembimbing : Abdul Muis, M.Si.
Disusun Oleh : Kelompok 10
Firman Gilang P. 084131097
Solihatin 084131126
Ahmad Ardiyanto 084131130
Veri Firdiyanto 084131134
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER
Mei , 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulisan makalah ini
dapat diselesaikan. Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW sebagai pembawa kabar gembira bagi umat yang bertaqwa.
Makalah yang berjudul Hubungan Agama
dan Politik (negara) dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah sosiologi agama.
Dalam penulisan makalah ini, penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah berpartisipasi membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih belum
sempurna dan banyak kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya, mudah-mudahan
makalah ini dapat bermanfaat untuk pengembangan pengetahuan pada umumnya dan
khususnya pada mata kuliah sosiologi agama.
Jember, 26 Mei 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................................. i
Daftar Isi........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang............................................................................. 1
1.2
Rumusan Masalah........................................................................ 2
1.3
Tujuan.......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Agama dan Negara.................................................. 3
2.2
Pemisahan Agama dan Negara…………………………….. 4
2.3 Hubungan Agama dan Negara.................................................. 5
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................. 8
Daftar Pustaka............................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Agama sebagai suatu tatanan hidup individu, keluarga, masyarakat dan
negara menjadi sebuah sebuah topik yang menarik untuk di bahas. Terjadi dua
kutub berlawanan yang menganggap tidak perlu agama dalam negara. Sebaliknya,
ada pula yang menganggap bahwa perlu agama dalam beragama.
Sejarah
mencatat bahwa di abad ke VI dan ke VII Masehi adalah periode sejarah yang
paling suram. Nilai-nilai kemanusiaan telah merosot tajam semkin lama semakin
menuju ke titik ambang kehancuran. Tidak ada satu pun kekuatan dimuka bumi ini
yang dapat merubah keadaan. Pada abad-abad itu manusia tela benar benar lupa
akan penciptanya. Dikatakan oleh Ali An Nadwi bahwa tokoh-tokoh agama
menyingkir dari medan kehidupan, mengasingkan diri kedalam
sinagog-sinagog,gereja-gereja dan tempat –tempat bertapa untuk menyelamatkan
diri dan agama mereka, dari kemelut zaman edan atau mengasyikkan diri dengan
doa dalam keheningan,membebaskan diri dari segala beban pergumulan hidup
lantaran gentar mempertahankan agama,aspirasi politik,jiwa serta harta benda
mereka.[1]
Kehidupan semacam ini terus menggerus nilai-nilai ilahiyyah dan konsep-konsep
wahyu dimana para tokoh-tokoh agama mulai tak mau lagi menurus semua persoalan
secara global. Tercetuslah sekularisme yang terus mengandalkan matrealisme
secara berlebihan karena tak ada sedikitpun bimbingan Tuhan terhadap peaksanaan
kehidupan dimasa itu.
Berbeda
dengan Islam, Islam hadir dengan konsep yang komplek dalam seluruh tatanan
hidup, bahka dalam hal negara. Antara negara dan agama tidak dapat dipisahkan
karena saling berkesinambungan.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian agama dan negara?
2. Bagaimana Pemisahan
Agama dan Negara?
3. Bagaimana Hubungan
Agama dan Negara
1.3
Tujuan
1. Mengetahui
pengertian agama dan negara.
2. Mengetahui Pemisahan
Agama dan Negara.
3. Mengetahui Hubungan
Agama dan Negara.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Agama dan Negara
Dalam kajian
sosiologis agama diartikan sebagai gejala sosial yang umum dan dimiliki oleh
seluruh masyarakat yang ada di dunia ini, tanpa terkecuali. Ia merupakan salah satu aspek dalam kehidupan sosial dan bagian
dari sistem sosial suatu masyarakat. Agama juga bisa dilihat sebagai unsur dari
kebudayaan suatu masyarakat disamping unsur-unsur lainnya. Meskipun agama
berkaitan dengan berbagai kewajiban, ketundukan, dan kepatuhan, tetapi tidak
setiap ketaatan itu bisa disebut agama, bergantung pada siapa ketaatan itu
diperuntukkan dan atas dasar motivasi apa ketaatan itu dilaksanakan. Ketaatan
dan kepatuhan pihak yang kalah perang kepada pihak yang menang perang, ketaatan
rakyat terhadap pemimpinnya tidak bisa disebut agama dalam kacamata keilmuan.
Berdasarkan hasil studi para ahli sosisologi, dapat diketahui bahwa agama
merupakan suatu pandangan hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan individu
ataupun kelompok. Keduanya mempunyai hubungan saling mempengaruhi dan saling
bergantung dengan semua faktor yang ikut membentuk struktur sosial di
masyarakat mana pun.
Secara terminologis, Hasby as-siddiqi mendefinisikan agama sebagai dustur (undang-undang) ilahi yang
didatangkan Allah untuk menjadi pedoman hidup dan kehidupan manusia didunia
untuk mencapai kerajaan dunia dan kesejahteraan akhirat. Agama adalah peraturan
Tuhan yang diberikan kepada manusia yang berisi sistem kepercayaan, sistem
penyembahan dan sistem kehidupan manusia untuk mencapai kebahagiaan didunia dan
diakhirat.
Menurut Endang saefudin anshari (1990) Agama meliputi sistem kredo
kepercayaan atas adanya sesuatu yang mutlak diluar manusia, sistem ritus
tatacara peribadatan manusia kepada yang mutlak dan sistem norma atau tata
kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan dengan alam lainnya sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan
tersebut.
Sedangkan
menurut M. Natsir agama merupakan suatu kepercayaan dan cara hidup yang
mengandung faktor-faktor tertentu.
Sementara agama
islam dapat diartikan sebagai wahyu Allah yang diturunkan melalui para
Rosul-Nya sebagai pedoman hidup manusia di dunia yang berisi Peraturan perintah
dan larangan agar manusia memperoleh kebahagaian di dunia ini dan di akhirat
kelak.
Dalm literatur
sosiologi, terdapat beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut istilah
politik karena sangat menarik. Mac Iver menyebut politik sebagai negara,
sementar Gilllint dan Kinksley Davies menyebutnya sebagai institusi politik.
Adapun James Wmenyebutnya sebagai perilaku politik. Politik ialah interaksi
antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan
keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalm
suatu wilayah tertentu.
Tema
hubungan antara agama dan negara merupakan tema yang selalu menjadi perdebatan
sejak lama. Permasalahan itu terkait apakah kedua institusi ini terpisah atau
saling berkelindan. Perdebatan tersebut mengahasilkan dua kelompok besar yaitu
kelompok yang berpendapat bahwa lebih baik agama terpisah dengan negara dan
kelompok yang berpendapat bahwa agama tidak boleh dipisahkan dengan negara.
2.2
Pemisahan agama dengan Negara
Komunisme dan kapitalisme, keduanya merupakan kelompok yang menganut
pemahaman pemisahan agama dengan negara. Kedua pandangan ini tidak tidak
dibangun atas dasar akal. Komunisme dibangun atas dasar materi. Komunisme
menyatakan bahwa materi adalah asas dari segala sesuatu. Komunisme tidak tegak
bersandar pada dalil-dalil Quran, tetapi tegak di atas dasar materi. Begitu
juga kapitalisme, tidak dibangun di atas akal. Kapitalisme lahir atas dasar
kompromi (jalan tengah) antara tokoh-tokoh gereja dengan tokoh-tokoh pemikir(intelektual).
Mereka sampai pada jalan ini setelah terjadinya pergolakan yang sengit selama
berabad-abad antara tokoh agama dengan para pemikir. Jalan kompromi ini berupa
pemisahan agama dari kehidupan, yaitu mengakui agama secara eksplisit (tidak
terang-terangan), namun realitasnya di pisahka dari kehidupan negara. Oleh
karena itu, kapitalisme tidak dibangun di atas akal, melainkan jalan
tengah(kompromi). [2]
Komunisme
merupakan idielogi materialistis yang berdiri atas dasar pengingkaran terhadap
sesuatu selain materi. Komunis menganggap bahwa materi bersifat azali, tidak
berawal dan tidak berakhir. Materi tidak di ciptakan oleh pencipta. Mereka
menganggap bahwa agama adalah candu.
2.3.
Hubungan agama dan Negara
Dunia
Arab jahiliah tidak mengenal politik dalam arti yang sekarang kita kenal.
Mereka tidak mempunyai pengalaman nyata dalam apa yang disebut politik
madani. Mereka tak pernah bernaung di bawah satu pemerintahan
berbudaya maju dan berperadapan, dalam arti pemerintahan yang memiliki sistem
politik tertulis. Kalaupun mereka membuat perjanjian secara tertulis, itu dalam
lingkup yang sangat sempit.
Sebelum
kedatangan nabi, sistem politik di Madinah bergantung sepenuhnya pada konvensi
kesukuan atau kabilah. Segala bentuk tradisi, taklid, fanatisme, dan rasa
ketergantungan satu sama lain menjadi pijakan kukuh kehidupan mereka. Makkah
juga bukanlah sebuah negara dalam arti yang kita kenal sekarang. Meski berbeda
dari bangsa Arab lainnya, karena lebih mirip sebuah pemerintahan, namun Makkah
tidak memiliki sesuatu yang secara substansional menunjukkan adanya kehidupan
politik.[3]
Islam
datang meletakkan sistem kenegaraan dengan perundang-undangan yang kokoh serta
dasar-dasar administrasi yang kuat dan cermat.Seluruh bernaung di bawah satu
pusat. Dengan negara-negara sekitarpun terjalin hubungan yang erat.
Barangkali
langkah pertama dalam sejarah perolitikan Islam adalah diperintahkannya para
sahabat oleh Nabi untuk hijrah ke Habasyah. Menurt para ulama, ini adalah
langkah politik yang sangat bijak, upaya diplomatik sekaligus salah satu bentuk
perlindungan politik.Pengamat lain mengatakan, langkah politik pertama dalam
Islam adalah dua Baiat Aqabah yang menjadi dasar berdirinya sebuah negara
Islam. Dua baiat itu amat berpengaruh terhadap periode-periode berikut, mulai
menjalin ikatan persaudaraan antara kaum muslim Muhajirin dan Anshar hingga
penyusunan undang-undang tertulis dan rancangan serta arah politik Madinah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dasar-dasar politik pemerintahan di
Madinah telah di tanamkan pada Baiat Aqabah musim haji tahun ke sebelas
kenabian.
Maka,
begitu pindah ke Madinah pasca kedua Baiat Aqabah itu, Nabi langsung menjadi
pemimpin yang sah, karena telah dibaiatkan oleh mayoritas pemuka mewakili
rakyat madinah dan di atas dasar inilah sebuah negara yang mendapat dukungan
penuh telah lahir. Sebuah negara yang lahir di atas teritorial Madinah yang
kecil tetapi edang bertumbuh dan di tetapkan batas-batasnya dari seluruh
penjuru arah.
Langkah
politik pertama yang dilakukan Nabi di negara baru ini adalah menjalin
persaudaraan antara kaum muslimin madinah, beliau menyebut mereka kaum Anshor
dengan tamu-tamu mereka yang beliau sebut kaumMuhajirin. Untuk menghindari
provokasi Nabi membuata perjanjian dengan kaum Yahudi. Dan untuk menjaga
stabilitas dan melindungi negara dari serangan musuh, beliau menjaklin hubungan
politik dengan kelompo-kelompok masyarakat yang berada di sekitar Madinah.
Langkah-langkah ini terbukti strategis sehingga menjadi aman dan kondusif.
Kini
pusat kekuasaan Islam itu bersiap mengembangkan sayap. Politik jangka panjang
mulai di canangkan. Gerkan wjib militer ditanamkan dalam jantung umat Islam.
Dan kelak mereka menjadi bagian yang sangat diperhitungkan di atas percaturan
polti yang tangguh dan mapan.
Kini
langkah politik Nabi berjalan mulus, situasi terkendali terytama pasca
perjanjian damai hudaibiyah. Suasana yang ditebarkan Nabi di seluruh jazirah
Arab juga dibungkamnya kekuatan kafir Quraisy di Makkah membuat reputasi beliau
meluas.
Maka
ketika Nabi menghadap sang kekasih Agung, sendi-sendi politik Islam telah
tertancap kuat dan gerakan diplomatik tingkat tinggi telah berjalan mantap.
Dengan begitu, negara mampu membangun dasar-dasar kebudayaan dan peradaban di
segala bidang yang tak lapuk dari zaman ke zaman.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Agama adalah tatanan hidup individu, keluarga, masyarakat, dan negara.
Negara merupakan institusi yang mengayomi masyarakat banyak. Kapitalisme
Sekularisme dan Komunisme memisahkan negara dari agama. Namun Islam dalam
konsepnya tidak dapat memisahkan peranan agama dalam beragama.
DAFTAR PUSTAKA
Abazah, Nizar, Ketika Nabi di Kota, Jakarta:
Zaman, 2010
Al-Nadwi, Abu Hasan Ali. Islam membangun
peradaban dunia, Jakarata, PT Dunia Pustaka Jaya,1988
Haryanto, Sindung. Sosiologi Agama, Yogyakarta : Ar
Ruzz Media,2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar