Senin, 06 Juli 2015

KARAKTERISTIK PENGIKUT NABI MUHAMMAD SAW.



                                                         • • 
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu Kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir. Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.(al-Fatḥ: 29)

Ma’āni Mufradāt
الكفار  bentuk plural dariكافر    mempunyai beberapa makna, Pertama, adalah ingkar terhadap ajaran akan ke-Esaan Allah swt., ini bisa dilihat pada QS. 2/al-Baqarah: 6, 22/al-ḥajj:57, 47/Muḥammad:1. Kedua, bermakna, pengingkaran terhadap sebuah kebenaran, sebagaimana firman Allah QS. 2/al-Baqarah; 89, Ketiga, ingkar nikmat, sebagaimana firman Allah dalam QS. 2/al-Baqarah; 152, 27/an-Naml; 40, Luqmān/31; 12, yang ke-empat bermakna berlepas diri dari tanggung jawab, sebagaimana firman al-Qur’an tentang Iblis yang berlepas tanggung jawab dari orang-orang yang terperdaya, hal ini antara lain terdapat dalam QS. 14/Ibrāhīm; 7, 29/al-’Angkabūt; 2, 60/al-Mumtaḥanah; 4.
Dari beberapa makna yang dikandung dari ayat-ayat di atas maka dapat disimpulkan bahwa kafir mempunyai dua arti pokok yakni; Pertama, kafir terhadap ajaran-ajaran Islam, kedua kafir terhadap nikmah atau pengingkaran terhadap nikmat, tidak mensyukuri nikmat yang telah dikaruniakan Allah swt.

Munāsabah Āyah
Setelah pada ayat sebelumnya Allah swt., menjelaskan bahwa Dia telah mengutus seorang rasul yang dibekali petunjuk al-Qur’an dan agama yang benar, yang agama ini akan unggul terhadap semua agama dan Allah swt., akan menjadi saksi akan keunggulan agama Islam ini melalui mukjizat-mukjizatNya, maka pada ayat ini Allah swt., menjelaskan siapa nama rasulNya tersebut dan bagaimana karakter dari para pengikut Nabi ini.
Keserasian dan keharmonisan antara pembuka surat dan penutupnya juga terlihat sangat jelas, setelah surat al-Fatḥ dimulai dengan janji kemenangan dan kejayaan Rasul-Nya baik di dunia maupun di akhirat, serta apa-apa yang akan di dapat oleh para pengikut Rasul ini berupa ketenangan di dunia dan surga di akhirat, maka surat al-Fatḥ ini kemudian ditutup dengan penjelasan tentang siapa nama Rasul-Nya dan bagaimana tanda-tanda para pengikut Rasul ini.

Tafsir Ayat
Muḥammadurrasūlullāh, Muhammad itu adalah utusan Allah. Allah  mengabarkan bahwa RasulNya ini bernama Muhammad. Nama ini selalu diikuti dengan martabat dan kedudukan dari pemilik nama ini, dapat secara gamblang pada QS. 3: 144, 33: 40, 47: 2, dan ayat lainnya yang langsung menyebut martabat, kedudukannya tanpa menyebut nama.
Inilah pedoman hidup dan pedoman perjuangan bagi kaum muslimin dalam mengarungi kehidupan. Mengakui kerasulan beliau membawa kepada konsekwensi harus meniru meneladani langkah dan menjunjung sunnahnya. Apabila kalimat ini telah dimulai dengan lā ilāha illā Allāh disusul dengan Muhammadurrasūlullāh maka seluruh kehidupan seorang mukmin terpusat pada dua kata ini. Hidup menurut kehendak Allah dan mati menurut kehendakNya, dari Dia datang dan kepadaNya kembali. Untuk mendapatkan kerelaan Allah dan kasihNya maka harus meneladani RasulNya. Dengan kehidupan yang seperti ini akan tumbuh orang-orang yang sefaham, seakidah, dan satu tujuan, yang seperti ini disebut umat.  Umat ini kemudian mempertegas jati dirinya dengan nama Umat Islam, Islam yang berarti penyerahan dengan suka rela, kepasrahan yang wajar berdasarkan logika pada jalan yang benar.
Walladhīna ma’ahū ashiddāu ‘alal kāfirīn ruḥamāu bainahum, setelah terjadi persatuan keyakinan, persatuan akidah, dan ibadah, persatuan pandangan hidup, yang kesemuanya akan melahirkan persaudaraan yang erat. Dengan persaudaraan yang erat akan melahirkan persatuan sikap dan kesatuan langkah, Dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Begitulah sikap hidup dari umat yang telah berikrar tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad Rasulullah. Sesama mereka bersatu dalam akidah, saling kasih mengasihi, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan, tidak ada kekeruhan yang tidak dapat dijernihkan, selalu ada jalan keluar dari setiap permasalahan.  Sebagaimana firman Allah melukiskan keberadaan mereka,
              •         •    
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (at-Taubah/9; 71)
       •    (الحجرات  10)
Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (al-Hujarāt/49; 10)
•          •   (الصف : 4)
Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (aș-Ṣaf/61;4)
Rasulullah saw., mengibaratkan hubungan seorang muslim dengan muslim lainnya laksana satu bangunan yang saling mengokohkan atau seperti satu tubuh yang jika satu anggotanya sakit, anggota tubuh yang lainnya akan merasakan sakit juga.
المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضهم بعضا (رواه البخاري و مسلم و الترمذي و النسائي وأحمد عن أبي موسي )
Orang mukmin terhadap mukmin lainnya ibarat sebuah bangunan yang saling menguatkan antara satu dengan yang lainnya. (Riwayat al-Bukhari, Muslim, at-Turmudhi, an-Nasa’I, dan Ahmad dari Abū Mūsā )
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda:
ترى المؤمنين في تراحمهم و تواددهم و تعاطلفهم كمثل الجسد الواحد إذا اشتكي عضو تداعى له سائر جسده بالسهر و الهمى (رواه البخارى و مسلم و أحمد عن النعمان بن بشير )
Engkau akan melihat orang-orang yang beriman dalam kasih sayang mereka, dalam kecintaan mereka, dan dalam keakraban mereka antar sesamanya adalah bagaikan satu tubuh. Apabila salah satu anggotanya merasakan sakit, maka sakitnya itu akan merembet ke seluruh tubuhnya, sehingga (semua anggota tubuhnya) merasa sakit, dan merasakan demam (karena sakit tadi) ( Riwayat al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad dari an-Nu’man Ibn Basyīr)

Kebersamaan dan kesatuan umat Islam ini pada akhirnya akan melahirkan sebuah dinamika yang mampu memberikan solusi pada setiap masalah dan akan mengantarkan kepada kebajikan. Tidak ada perkara yang tidak dapat diselesaikan dengan kebersamaan dan tidak ada cita-cita yang susah tercapai dengan sokongan dan dukungan penuh dari sekitar. Inilah buah kasih sayang dan kebersamaan antar umat. Bersama pasti bisa menyelesaikan semua cobaan dan tantangan.
Namun lihat perbedaan sikap mereka yang berikrar dibawah bendera lā ilāha illā Allāh Muḥammadurrasūlullāh, mereka tegas tidak berbasa-basi dalam urusan akidah, tentunya tanpa keluar dari koridor kerahmatan risalah ini, bukan sebagaimana dijadikan alasan oleh sementara orang sebagai keharusan bersikap keras yang melampaui batas terhadap non mulim.  Sejak awal umat Islam telah mengedapankan perdamaian, dari kekerasan. Sebagaimana yang pernah dilihat pada awal hijrah pada traktat kesepahaman bersama masyarakat Madinah, yang tertuang pada piagam Madinah.
                  •                           
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu Karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah Hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu Karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. (al-Mumtaḥanah (60): 8-9)
Ayat ini menggariskan prinsip dasar hubungan interaksi antara kaum muslimin dan non muslim. Ayat di atas secara tegas menyebut nama Yang Maha Kuasa dengan menyatakan:  Allah memerintahkan kamu bersikap tegas terhadap orang kafir, tidak melarang kamu menjalin hubungan dan berbuat baik terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama dan tidak juga mengusir kamu dari negeri kamu. Allah tidak melarang kamu berbuat baik dalam bentuk apapun bagi mereka dan tidak juga melarang kamu berlaku adil kepada mereka. Jika dalam interaksi sosial mereka berada di pihak yang benar, sedang salah seorang dari kamu berada di pihak yang salah, maka kamu harus membela dan memenangkan mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Allah hanya melarang kamu menyangkut orang-orang yang memerangi kamu dalam agama dan mengusir kamu dari negeri kamu dan membantu orang lain dari pengusiran, Allah juga melarang kamu untuk menjadikan mereka teman-teman akrab tempat maenyimpan rahasia dan penolong-penolong yang kamu andalkan. Dari ayat ini dapat dipahami bahwa Islam adalah adalah agama damai, serta akidah cinta. Ia satu system yang bertujuan menaungi seluruh alam dengan naungan naungan kedamaian dan cinta, bahwa semua manusia dihimpun di bawah panji Ilahi dalam kedudukan sebagai saudara-saudara yang saling mengenal dan kasih mengasihi. Islam sama sekali tidak berminat untuk melakukuan permusuhan, bahkan meski dalam keadaan berperang, Islam tetap memelihara dalam jiwa faktor-faktor keharmonisan hubungan berupa kejujuran tingkah laku dan perlakuan yang adil, menanti waktu di mana lawan-lawannya dapat menerima kebajikan yang ditawarkan sehingga mereka bergabung di bawah panji-panjinya.
Kata كافر   dalam al-Qur’an tidak selalu berarti non muslim, tetapi kāfir bermacam-macam, kesemuanya bermuara kepada “Siapa yang melakukan aktivitas yang bertentangan dengan tujuan agama”. Oleh karena itu bisa saja seorang muslim, dinilai kafir apabila dia melakukan kedurhakaan walaupun penilaian tersebut bukan penilain pakar-pakar hukum. Sikap keras dan tegas itu tidak hanya tertuju kepada non muslim.  Ayat ini ketika dipahami dalam arti sikap keras, maka itu dalam konteks peperangan dan penegakan sanksi hukum yang dibenarkan agama, sebagaimana firman Allah dalam penegakan sanksi hukum terhadap pezina pada surat an-Nur 2.
            
Dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat.
Kebersamaan dan kasih sayang hanya berlaku kepada yang seakidah di bawah bendera lā ilāha illā Allāh Muḥammadurrasūlullāh,. Kasih sayang bisa pupus apabila tidak berlandaskan atas iman kepada Allah dan balasan di akhirat. Allah menggambarkan keadaan ini pada akhir surah al-Mujadalah/58;
         •                       •                   •    
Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau Saudara-saudara ataupun keluarga mereka. meraka Itulah orang-orang yang Telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka Itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.

Tarāhum rukka‘an sujjadan yabtagūna faḍan min Allāh wa riḍwānan, kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, pada sifat-sifat pengikut Nabi Muhammad swa., seluruhnya menggunakan ism, yang berarti sifat-sifat ini betul-betul sudah mendarah daging dalam kehidupan, menjadi karakter dari setiap perilaku. Penggunaan fi‘il muḍāri‘ juga menunjukkan kesinambungan dan kuntinuitas,  serta keberlangsungan secara terus-menerus dari sebuah pekerjaan. “Kamu lihat mereka ruku' dan sujud” ini menunjukkan bukan hanya kepada pekerjaan mereka, namun juga kepada karakter pengikut Nabi Muhammad saw., mereka selalu ruku’ dan selalu sujud. Ruku’ dan sujud yang merupakan bagian dari rukun shalat, pekerjaan yang menunjukkan akan sifat dari pelakunya yang bersih dari sifat sombong. Penggunaan ism di sini membawa kepada pengertian bahwa mereka selalu dalam keadaan ruku’ dan sujud, bukan saja saat melaksanakan shalat, tapi di luar shalat.  Sifat dan karakter ini juga melekat pada kehidupan mereka yang tercermin dari ketawadu’an dan bersih dari kesombongan. Ruku’ dan sujud yang merupakan keadaan sebenarnya dari jiwa mereka.
Allah melarang dengan keras segala bentuk kecongkakan dan kesombongan. Dengan tegas larangan itu dapat dibaca pada salah satu nasihat Lukman kepada anaknya yang ini juga merupakan nasihat untuk seluruh kaum muslimin. Nasihat itu ada dalam surah Lukman sebagaimana berikut ini.
   ••  •   •  •    •           •     
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (Luqman (31): 18-19)
Rasulullah menegaskan tentang kesombongan ini bahwa, Takabbur hanya milik Allah
يقول الله الكبرياء رداءى والعظمة إزار) رواه أحمد و ابو داود و ابن ماجة عن إبي هريرة(
Allah berfirman: kesombongan dan keagungan itu adalah  busanaKu. (HR. Ahmad Abu Daud, dan Ibn Majah dari Abu Hurairah)
Maka barang siapa ada setitik kesombongan dihatinya tidak akan masuk sorga, sebagaimana sabda Rosul
لا يدخل الجنة من كان فى قلبه مثقال حبة من خردل من كبر قالوا يا رسول الله إن أحدنا يحب ان يكون نعله جميلا و ثيابه جميلا, فال إن الله جميل يحب الجمال, الكبر غمط الناس وبطر الحق { رواه مسلم  و ابو داود و الترمذي و ابن ماجة عن ابن مسعود }
Tidak akan masuk surga siapa siapa yang di dalam hatinya  terdapat secuil dari benih kecongkakan. Maka para sahabat berkater: wahai Rasulullah sesungguhnya ada diantara kami yang senang kalau sandal dan bajunya bagus? Rasullah menjawab: sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan, sedangkan kecongkakan ataupun kesombongan itu adalah sifat yang membuat seseorang merasa paling super dari yang lainnya dan tidak mau mengakui terhadap suatu kebenaran. (HR. Muslim, Abu Daud, at-Tirmidzi, dan Ibn Majah dari Ibn Mas’ud)
”Mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya” keadaan ini melambangkan akan pengharapan mereka dan perasaan mereka yang selalu mencari keridlaan Allah swt. Tidak ada yang mereka harapkan dari kesibukan dan cita-cita mereka kecuali karunia dan ridla  Allah swt.  
Sīmāhum fī wujūhihim min athari as-Sujūd, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Ini adalah karakter berikutnya dari Nabi Muhammad saw., adalah merupakan sesuatu yang dilahirkan dari ibadah dan pengharapan hanya pada ridlo Allah. Berupa wajah cerah, bersih, bersinar, ceria, tenang berwibawa. Bukan bekas menghitam di dahi antara dua mata.  Kebaikan yang mengakar di dalam jiawa terpencar pada wajah bercahaya, enak dipandang, menyejukkan hati yang dijumpainya.  Wajah cerah, bersih, bersinar, ceria, tenang berwibawa, ini terlahir dari kehidupan yang tidak berpengharapan  kecuali karunia dan ridla Allah swt, tidak ada kesombongan yang terbersit di lubuk hati apalagi sampai keluar sebagai tingkah laku.
  Kalaulah pada ayat ini Allah menjelaskan tentang tanda jasmani maka pada surat al-Anfāl Allah memaparkan tentang keadaan batin mereka,
                 
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan Hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (al-Anfāl (8): 2)
Sebagaimana Allah melukiskan keadaan badan mereka apabila dibacakan ayat-ayat al-Qur’an
 •     •                              
Allah Telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, Kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan Kitab itu dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun.(az-Zumar (39); 23)

Dhalika mathaluhum fi at-Taurāti wa mathaluhum fī al-Injīl, demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil. Wajah cerah, bersih, bersinar, ceria, dan tenang berwibawa ini bukan sesuatu yang baru, namun sudah disebutkan di dalam kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa as., sebagaimana juga telah disebutkan dalam kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa as.
Kazar’in Akhraja Syad’ahu Faāzarahu fa istaglaḍa fa istawā ’ala Sūqihī yu’jibu az-Zurrā’a, seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu Kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya. Mereka para sahabat yang beriman dan bersama Rasul ini awalnya berjumlah sedikit, kemudian bertambah terus bertambah dan menjadi banyak serta kuat, bagaikan tanaman yang mengeluarkan tunas-tunasnya yang bercabang-cabang pada sisi-sisinya sebagaimana dapat disaksikan pada gandum dan tanaman lainnya. Sehingga tanaman itu menjadi kuat dan berubah dari asalnya yang kecil menjadi kuat tegak lurus pada batangnya, membuat para penanamnya kagum kerena kuat, kokoh, rindang, dan indah dipandang.
Ini adalah sebuah perumpamaan tentang umat Islam pada masa permulaan dan perkembangannya yang semakin kuat dan tangguh, sehingga membuat kagum penanamnya. Sebagaimana Islam di bawa seorang diri oleh Muhammad Rasulullah, kemudian dalam waktu yang sangat singkat sudah diimani oleh banyak orang. Membuat terperangah kagum bukan saja yang menyaksikan, namun penanamnya dalam hal ini Nabi Muhammad juga ta’jub.
Perumpamaan ini juga dimisalkan oleh Allah swt., untuk para pengikut Muhammad saw., harus seperti tanaman yang membuat bangga dan menjadikan para penanamnya bersyukur. Seorang muslim yang berikrar di bawah bendera Tiada tuhan selain Allah, Muhammad Rasulullah, harus mempunyai sifat seperti tanaman yang mengagumkan. Untuk membuat kagum para penanam, seorang muslim harus bisa berprestasi dalam bentuk apapun. Orang tua akan bersyukur dan kagum kepada anaknya, jikalau sianak berprestasi. Masyarakat akan senang dan kagum kepada seorang anggotanya, jikalau orang tersebut berprestasi, berguna untuk komunitas tersebut. Berprestasi dan berprestasi itulah sebuah keadaan yang harus lekat dengan seorang mulim. Allah telah menegaskan akan tujuan diciptakan kehidupan dan kematian itu sendiri adalah untuk melihat siapa yang paling baik prestasinya.
            
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (al-Mulk (67): 2)
           
Sesungguhnya kami Telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. (al-Kahfi (18); 7)

Liyaghīẓa bihimu al-Kuffār, karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir. Dengan perkembangan dan prestasi yang dicapai oleh umat Islam, baik prestasi secara individu maupun sosial, pastilah orang-orang kafir akan jengkel dan tidak senang. Karena secara natural kepemimpinan akan dipangku oleh mereka yang mempunyai kapasitas dan prestasi lebih dari yang lainnya. Umat Islam harus disegani karena prestasinya, karena kemampuannya sebagaimana diharuskan pada QS. 8:60, 9:123.
Demikian sifat dan karakter orang-orang beriman yang penuh dengan kedinamisan dan prestasi, tidak stagnan, apalagi terbelakang. Namun keadaan sekarang bukan prestasi dan kedinamisan yang ada, kemunduran dan kebodohan serta acuh terhadap sekitar dan tidak bersemangat menyelimuti umat ini. Dan tanaman (umat) ini telah kering dan terhempas angin. Semoga Allah merubah keadaan ini dan menyegarkan kembali tanaman yang telah layu, mengembalikan umat Islam secara individu dan sosial kepada kewibawaan, kehormatan, disegani oleh komunitas lainnya. Keadaan ini tentu tidak serta merta akan berubah kecuali dengan usaha dan kerja keras dari setiap orang yang telah berikrar dan ingin selalu bersama Muhammad Rasulullah.
Wa’ada Allahu alladhīna āmanū wa ’amilu as-Ṣālihāti maghfiratan wa ajran aẓīman, Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh akan di antara mereka ampunan dan pahala yang besar, yakni dengan memasukkan mereka ke dalam surga yang penuh kenikmatan. Janji Allah adalah pasti adanya, setiap hak akan dipenuhi, yang mengerjakan kebajikan sekecil apapun akan dibalas, demikian pula yang mengerjakan kejelekan sekecil apapun akan mendapatkan balasan.

Hikmah Ayat
Ayat ini menerangkan tentang sifat-sifat Nabi Muhammad saw., karakter-karakter mereka yang mengikuti dan berikrar bersamanya, serta sifat-sifat siapa saja yang ingin berada di bawah naungan panji Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Karakter tersebut adalah ;
a. Keras dan tegas kepada setiap bentuk kekufuran, baik kufur nikmat apalagi kufur akidah. Kasih, lembut, dan bajik kepada kaum mu’minin, garang kepada kaum kafir dan ramah, senyum kepada saudara mu’min.
b. Giat bekerja dan banyak shalat dengan tidak berpengharapan kecuali hanya ridla Allah swt. Pengharapan yang hanya kepada ridla Allah ini terpancar dari sikap mereka yang selalu tawaddu’ bersih dari segala bentuk kesombongan.
c. Wajah mereka cerah, bersih, bersinar, ceria, tenang berwibawa, lahir dari jiwa yang khusu’ dan hanya mengharap ridlo Allah swt.
d. Mereka selalu berkembang, selalu berprestasi, dan selalu berlomba dalam segala bentuk kebajikan.
e. Mereka yang memenuhi karakter seperti di atas akan dianugerahkan Allah swt., ampunan dan surga. Allah ridlo terhadap mereka dan mereka pun gembira atas anugerah-Nya. Mudah-mudahan kita termasuk dalam golongan ini, Amīn

Daftar Pustaka

ad-Dāmighāni, Al-Husain Ibn Muhammad, Qāmūs al-Qur’an Aw Ișlāh Wujūh Wa An-Naẓāir Fi al-Qur’ān Al-Karīm, Beirut, Dār ’Ilmi Li al-Malāyīn, 1985, Cet, 5.
al-Maraghi, Ahmad Musthofa, Tafsir al-Maraghi, trj. Bahrun Abubakar, Semarang, Toha Putra, 1993, cet, 2, juz, 26.
As-Suyūṭi, ad-Durru al-Manthū fī at-Tafsīr bi al-Ma’thūr, Beirut, Dār al-Kutub al-‘Ilmiah, 1990, juz 6.
HAMKA, Tafsir al-Azhar, Jakarta, Pustaka Panjimas, 1988, cet. 1. juz 26.
Ibn ‘āsyūr, Muhammad aṭ-Ṭāhir, at-Taḥrīr wa at-Tanwīr, Tunis, Dār Ṣuḥnūn, 1997,  juz 25.
Ibnu Kathir, Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aẓīm, Cairo, Dār al-ḥadīth, 1994, juz 4
Muahammad Yusuf, Muhammad as-Sayyid, at-Tamkīn li al-Ummah al-Islamiyah, Kairo, Dāru as-Salām, 1997, cet. 1.
Sayyid Qutb, Fī ḍilāli al-Qur’an, Kairo, Dār ash-Shurūq, 1998, cet. 27, jilid, 6.
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, Jakarta, Lentera Hati, 2002, cet. 3, vol. 13.
Wahbah Zuhaili, at-Tafsīr al-Munīr, fī al-‘Aqīdah wa ash-Sharī’ah wa al-Manhaj, Beirut, Dār al-Fikr, 1991, cet. 1, juz 26.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar