ASPEK-ASPEK
PENDIDIKAN ISLAM
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Dosen Pembimbing: Zainal Anshari
Disusun Oleh:
Muhammad Usman (084131310)
Lutfan Bahsyirudin (084131289)
INSTITUSI AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER
FAKULTAS
TARBIYAH dan ILMU KEGURUAN
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN AJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim..
Puji
syukur senantiasa kami ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala
rahmatNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas
daripada mata kuliah “FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM” yang di ampu oleh Bpk. Zainal
Anshari.
Biacara
masalah pendidikan Islam sangat bmenarik dan akan selalu menghasilkan pemikiran
baru, pemikiran baru selalu ada karena merupakan kebutuhan dalam rangka memecahkan
berbagai problem yang dialami Pendidikan Islam. Makalah ini dapat digunakan
untuk menambah refrensi dan dapat digunakan untuk mempermudah dalam belajar
materi “Aspek-Aspek pendidikan islam”. Makalah ini dibuat sedemikian rupa agar
pembaca dapat dengan mudah mempelajari dan memaham tentang meteri “Aspek-Aspek
pendidikan islam” secara lebih lanjut.
Kami
mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih diperlukan
penyempurnaan. Oleh sebab itu, guna penyempurnaaan makalah ini, kritik dan
saran yang kondusif selalu kami harapkan.
Jember, Maret 2015
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
....................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
.................................................................. 1
1.1.
Latar belakang..
1.2.
Rumusan
masalah..
1.3.
Tujuan
penulisan..
BAB II PEMBAHASAN
2.1.
Si
terdidik Pendidik dan peranan masing-masing..
2.2.
Dasar
dan tujuan Pendidikan..
2.3.
Alat-alat
dan badan pendidikan ..
BAB III PENUTUP
3.1.
Kesimpulan..
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
1.2.Rumusan masalah
a.
Apa saja peranan
si terdidik dan pendidik?
b.
Bagaimana dasar dan tujuan pendidikan?
c.
Apa saja alat-alat dan badan pendidikan?
1.3.Tujuan penulisan
a.
Untuk mengetahui pesertadidik dan pendidik.
b.
Supaya paham tujuan pendidikan.
c.
Agar kita tahu alat dan badan pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Si Terdidik Pendidik Dan Peranan
Masing-Masing
A. Si terdidik
pendidik ialah bimbingan atau
pertolongan secara sadar yang diberikan oleh pendidik pada si terdidik dalam
perkembangan jasmaniah dan rohaniah kearah kedewaqsaan dan seterusnya kearah
terbentuknya kepribadian muslim.
Sebelum kita membahas lebih
mendalam, perlu kita mengulangi pula bahwa didalam dunia pendidikan terdapat
istilah:
1) Pendidikan dalam arti sempit; dan
2) Pendidikan dalam arti luas
Yang
dimaksu pendidikan dalam arti sempit ialah bimbingan yang diberikan kepada
anak-anak sampai ia dewasa. Pendidikan dalam arti luas, ialah bimbingan yang
diberikan sampai mencapai tujuan hidupnya; bagi pendidikan Islam , sampai
terbentuknya kepribadian Muslim. Jadi pendidikan Islam, berlangsung sejak anak
dilahirkan sampai mencapai kesempurnaannya atau sampai akhir hidupnya seperti
sabda Nabi SAW;
”tuntutlah Ilmu dari buaian sampai ke liang
lahad”
Sebenernya
kedua jenis pendidikan ini (arti sempit atau arti luas) satu adanya. Bagi
pendidikan umum terutama yang diberikan tidak dalam rangka pendidikan
keagamaan, pendidikan dibatasi pada jenis yang sempit. Ini bukan berarti bahwa
setelah mencapai kedewasaan pendidikan tidak ada lagi. Pembatasan ini di
maksudkan ialah bahwa sebagai pertolongan terhadap anak, pendidikan (dari orang
lain) talah selesai bila anak telah mencapai kedewasaan (rohaniah). Kalaupun terjadi pendidikan seterusnya, itu
adalah pendidikan sendiri, dengan kata lain tidak berat pertanggung jawaban terletak
pada si terdidik sendiri. Jadi pendidikan umum telah merasa puas jika anak-anak
didik telah mencapai kedewasaan. Pendidikan selanjutnya adalah tanggung jawab
si terdidik sendiri dengan kata lain, pendidikan selanjutrnya adalah pendidikan
sendiri.
Bagi
pendidikan Islam berlakukah pendidkan dalam arti luas. Bukan berarti pendidikan
Islam adalah lanjutan dari pendidikan umum. Bukan pula berarti, biarlah anak
mencapai kedewasaan terlebih dahulu dengan pendidikan umum, barulah sesudahnya
ditambah dengan pendidikan Islam. Tidak demikian halnya. Pendidikan Islam telah
dimulai sejak bayi dilahirkan, bukan pendidikan umum yang “cat” Islam. Bukan
pula pendidikan umum yang diberi “ekor” dengan pendidikan Islam, melainkan
adalah pendidikan Islam dalam keseluruhannya. Sampai di sini jelas kiranya,
bahwa yang menduduki tempat sebagi pendidik dalam pendidikan Islam (pendidikan
dalam arti yang lua) meliputi orang orang yang belum dewasa. Dengan kata lain
seseorang itu selama hidupnya selalu mempunya keduduka si terdidik.
Dalam
proses pendidikan kedudukan sebagi si terdidik, bukanlah sesuatu yang tidak
penting, seseorang yang masih belum dewasa, misalnya, mengandunng banyak sekali
kemungkinan-kemungkinan untuk berkembang baik jasmani maupun rohani. Ia
memiliki jasmani yang belum mencapi
taraf kematanngan baik bentuk, ukuran maupun perimbangan bagian-bagiannya.
Dalam segi rohaniah si anak masih harus dikembangkan, mempunnyai kehendak. Di
samping itu ia mempunyai banyak kebutuhan: antara lain kebutuhan memelihara
jassmaniah, makanan, minuman , dan pakaian; kebutuhan akan kesempatan
berkembang, bermain-main, berolah raga dan sebagainya.
B. Pandangan-pandangan Pendidik
Dalam hal menaksir peranan si terdidik
banyak terdapat pandangan-pandangan, malah ada yang sangat ekstrim. Ada
golongan pendidik yang terlalu terlalu menaksir rendah peranan anak dan ada
pula yang menaksir terlalu tinggi. Mereka yang menaksir rendah menganggap bahwa
si anak sama sekali tergantung “nasib”-nya kepada si pendidik. Mereka selalu
menonjolkan diri sebagai pihak “penolong” atas segala-galanya terhadap anak.
Hal ini dapat timbul sebagi akibat
dari kasih sayang yang salah temapat atau salah pemakaiannya, atau akibat
pandangan yang salah terhadap kemungkinan-kemungkinan kepribadian si terdidik
Kasih sayang yang salah ditempatkan
dan salah digunakan akan mengakibatkan anak terus-menerus bergantung kepada
pendidik. Kesalahan menaksir terlalu rendah dapat pula mengakibatkan sikap otoriter
dari si pendidik. Segalanya harus tunduk kepada perintahnya.
Dalam hal ini pun si anak tidak
diberikan kesempatan mencoba sendiri kesanggupannya. Akibatnya bagi sianak
ialah timbulnya kurang rasa percaya pada kesanggupan sendiri dan rasa takut
yang bukan-bukan kepada pendidik.menjadikan si anak seorang yang dapatnya hanya
meng “ya” saja (yes men)
Mereka yang menaksir terlalu tinggi
sebaliknya pula. Mereka merasa tidak
perlu ikit campur dalam urusan pendidikan si anak. Segalanya akan dapat
dibereskan sendiri. Kelompok pendidik yang berpendirian demikian disebut
beraliran Natavistis (Native = asli = asal) atau naturalistis.
Kedua jenis pandangan ini
masing-masing mengandung akibat-akibat yang jauh, akibat-akibat yang merugikan.
Pendidik golongan kedua tidak mungkin menjadikan anak dewasa karena dengan
sendirinya anak tidak secara mendadak dapat memilih sendiri apa yang baik
baginya untuk perkembangannya. Si anak tidak akan sampai kepada nilai-nilai
yang pada mulanya secara sederhana harus “diajar”-kan oleh orang-orang dewasa
(pendidik) kepadanya. Pembentukan pribadi kepada anak terjadi secara
berangsur-angsur.
Untuk dapat memilih sendiri mana
yang baik dan mana yang jahat, ia mula-mula harus dapat pelajaran mengenai itu.
Mula-mula secara identifikasi (penyamanan diri) dengan orang tuanya atau
pendidiknya.
Hal-hal ini perlu menjadi
peringatan bagi para pendidik. Kita jang membebaskan saja anak-anak sedemikian
rupa sebaliknya jangan pula otokratis. Untuk itu perlu kita mengenal apa yang
dibutuhkan oleh anak didik kita sesuai dengan usia dan taraf-taraf perkembangan
anaknya.
C. Pendidikan Dan Tugasnya
Pendidikan, ialah orang yang
memikul pertanggung jawaban untuk mendidik. Pada umumnya jika kita mendengar
istilah pendidik akan terbayang didepan kita seorang manusia dewasa. Dan
sesungguhnya yang kita maksudkan pendidik dalam buku ini adalah hanya manusia
dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan si
terdidik.
Kalau kita hanya berpegang pada
istilah membimbinng atau menolong seperti disebutkan dalam definisi pendidikan,
maka orang dapat berkata bahwa seorang anakpun dapat menjadi pendidik karena ia
dapat menolong anak-anak lainnya. Namun demikian kita harus mengingat pula
bahwa pendidikan itu bukan hanya menolong, tetapi menolong dengan sadar, dengan
maksud menuju tujuan pendidikan.
Kalu seorang anak menolong
anank lainnya tidaklah ada intense
(maksud) pada sipenolong untuk menghubungkan tindakannya itu dengan tujuan
pendidikan. Sampai disinni saja gugurlah julukan pendidik pana anak penolong
tadi.
Kalau ditinjau dari segi
pertanggung jawaban, maka orang dewasa yang mendidik memikul pertanggung jawab
terhadap (mengenai) anak didiknya; sedangkan si penolong kecil itu tidaklah
demikian. Jelas kiranya bahwa sipenolong kecil itu belum dapat disebut
pendidik.
Tugas pendidik antara lain yaitu:
membimbing si terdidik, serta mencari pengenalan terhadap si terdidik, terhadap
kebutuhan dan kesanggupannya. Salah satu tugas lainnya yang sangat penting
ialah menciptakan situasi unntuk pendidikan.
Yang dimaksud situasi pendidikan
ialah suatu keadaan dimana tinndakan-tindakan pendidikan dapat berlangsunng
dengan baik dengan hasil yang memuaskan.
Contoh: hayatilah situasi disalam masjid.
Disana seluruh keadaan mempengaruhi
manusia, membawa ketenangan, menciptakan rasa kekecilan di depan Tuhan, rasa
menyerah sepenuh penuhnya kepada-Nya petunjuk-petunjuk, anjuran-anjuran khotbah
yang diucapkan oleh khotib.
Tentu saja tidak disemua tempat
bias diciptakan suasana sedemikian, seagung, sekhidmad itu. Tetapi sesuai
dengan maksud tiap-tiap pendidikan. Carilah tempat dan ciptakan situasi yang
sesuai. Tugas lain ialah pendidik harus memiliki pengetahuan pengetahuan yang
diperlukan, pengethuan-pengettahuan keagamaan adalah terutama disamping
pengetahuan lainnya.
Pengetahuan ini jarang haya sekedar
diketahui tetapi juga diamalkan dan diyakini sendiri. Ingatlah bahwa kedudukan
pendidikan adalah pihak yang lebih dalam situasi pendidikan. Harus diingat pula
bahwa pendidik juga adalah manusia dengan sifat-sifatnya yang tidak sempurna.
Oleh karena itu, maka menjadi tugas pula bagi si pendidik untuk selalu meninjau
diri sendiri. Dari reaksi si anak, dari hasil-hasil usaha pendidikan, pendidik
dapat memperoleh bahan-bahan tentang keadaan dirinya sendiri. Jangan malu
mendapat kecaman dari pihak si terdidik, kecaman yang membangun besar sekali
nilainya.
Memang tugas seorang pendidik
tidaklah mudah. Bahwa para pendidik memegang peranan yang sangat penting dalam
proses pendidikan, tidak dapat disangkal lagi. Terutama pada saat-saat
permulaan dalam proses pendidikan dan dalam permulaan taraf pendidikan (ketika
si terdidik masih kanak-kanak) titik berat bijaksanaan, titik berat tanggung
jawab terrletak dalam tangan siterrdidik.
Para pendidik dapat memilih kemana
arah pendidikan, dassr-dassar apa yang dipakainya, alat-alat apa yang
dipergunakannya serta bagaimana ia memakai alat itu. Disamping itu mereka
merupakan conntoh yang hidup bagi si terdidik dan tempat si terdidik
beridentifikasi (menyamakan diri).
Peranan mereka tidak kurang
pentingnya dalam taraf-taraf pendidikan selanjutnya; ketika si terdidik sudah
lebih maju lagi mendekati tujuan pendidikan. Oleh karena itu maka besarlah
sungguh tanggung jawab moral seorang pendidik.
Firman Allah:
“hendaklah
ada diantara kamu suatu golongan yang menyeru manusia kepada kebaikan dan
melarangnya dari kejahatan; penyeru ini adalah orang yang mendapat kemenangan”
2.2. Dasar Dan Tujuan Pendidikan Islam
A. Dasar-dasar Pendidikan
Dasar dan fundamen dari suatu
bangunan addalah bagian dari pembangunan yang menjadi sumber kekuatan dan
ketteguhan tetap berdirinya bangunan itu. Pada suatu pohon dasar itu adalah
akarnya. Fungsinya sama dengan fundamen tadi, mengeratkan berdirinya pohon itu.
Demikian pula fungsi dasar dari
pendidikan Islam. Fungsinya ialah menjamin sehingga “bangunan” pendidikan itu
teguh berdirinya. Agar usaha-usaha yang terlingkup di dalam pendidikan mempunyai
sumberketeguhan, suatu sumber keyakinan: agar jalan menuju tujuan dapat tegas
terlihat, tidak mudah tersimpang oleh pengaruh-pengaruh luar.
Singkat dan tegas ialah firman
Tuhan dan sabda Rasulullah saw. Kalau pendidikan ibaratkan bangunan maka isi
Al-Qur’an dan Haditslah yang menjadi fundamennya. Dengan dua dasar yang
sesungguhnya hanya satu ini, maka keteguhan berdirinya pendidikan Islam tidak
dapt digoyangkan oleh apapun. Al-Qur’an mencangkup segala masalah baik yang
mengenai ke peribadatan maupun mengenai kemasyarakatan. Kegiatan berupa
pendidikan ini banyak sekali mendapat tuntunan dalam Al-Qur’an.
Dalam bab prtama telah dinyatakan
bahwa ada usaha-usaha pendidikan yang hanya didasarka pada kasih sayang dan intuisi sipendidik, dan ada pula
(sebaiknya) di dasarkan pada teori pendidikan dan filsafat pendidikan.
Bagi pendidikan Islam, kedua jenis
pendidikan ini, harus mempunyai dasar yang sama yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
Bagi usaha pendidikan jenis peertama pemkaian Al-Qur’an dan hadits sebagai
dasar, dapat dilaksanakan sewaktu-waktu melihat kembali Al-Qur’an dan Hadits,
bila pendidik merasa ragu-ragu terhadap tindakannya.
Bagi usaha pendidikan jenis kedua
(yang berdasarkan teori-teori pendidikan dan filsafat pendidikan), pemakaian
Al-Qur’an dan Hadist sebagai dasar di laksanakan dengan jalan menyusun suatu
filsafat pendidikan Islam secara lengkap dan dapat dipertanggung jawabkan
memilih pokok-pokok dalam Al-Qur’an dan Hadits. Yang langsung member i petunjuk
tentang pendidikan, sebagai sumber-sumbeer penelaahan atau perenungan. Dan
dasar filsafat pendidikan Islam ini, disusunlah suatu teori pendidikan Islam
yang lengkap dan dapat dipertanggun jawabkan pula. Selanjutnya berdasarkan
teori inilah usaha pendidikan Islam dilaksanakan.
Soal lebih mudah dan lebih sukar
yang diperbincangkan diatas, hanya menyinggung soal-soal teknis pelaksanaan
pendidikan, lepas dari soal mana yang paling banyak dimiliki oleh para
pendidik, juga lepas dari soal menghitung-hitung mana yang paling banyak nanti mendapat pahala. Terutama factor
terakir ini tidak boleh diperbincangkan menyangkut persoalan ini, karena soal
pahala itu penentuan Yang Maha Kuasa. Kalau kita meninggalakan persoalan mana
yang lebih mudah, cara mendasarkan pada Al-Qur’an dan Hadits, pendidikan tanpa
teori atau dengan berdasarkan teori dan filasafat pendidikan dan mencari satu
pegangan yang lebih abstrak dan sukar diukur maka dapatlah dirumuskan sebagai
berikut: “pendidikan Islam harus di dasarkan kepada mentauhidkan Allah,
kepercayaan kepada Allah” setiap usaha pendidikan harus di dasarka pada
pengakuan Asyhadu Anlaa Ilaaha Illallah, Wa Asyhadu Anna Muhammadan ‘Abduhuu Wa
Rasuuluhu. Para pendidik cukup berpedoman dengan keyakinan “karena Allah
semata-mata” si terdidikpun demikian pula. Inilah pegangan yang lebih mudah di
tuliskan tetapi lebih abstrak dan sukar diukur, serta membutuhkan kecakapan
intuitif yang besar dalam penglahirannya sebagai usaha-usaha pendidikan.
Oleh karena itu, maka bagi usaha
pendidikan Islam, perlu adanya suatu filsafat pendidikan Islam yang didasarkan
pada hokum Islam (Al-Qur’an dan Hadits), berdasarkan filsafat mana nanti
disusun suatu teori pendidikan yang selanjutnya menuntun usaha pendidikan Islam
tersebut. Adalah salah satu tugas para ahli pendidikan Islam dan para Alim Ulama
untuk menyusun suatu filsafat pendidikan yang cukup lengkap dan bias di
pertanggung jawabkan.
B. Tujuan Pendidikan
Fungsi Dan Jenis Tujuan Pendidikan
Suatu usaha yang tidak
mempunyaintujuan tidaklah berarti apa-apa. Oleh karena itu sukarlah kita mendapat
contoh contoh usaha yang tidak bertujuan. Dapat kita katakana bahwa tidak ada
suatu usaha yang tidak brtujuan. Tujuan telah terlingkup didalam pengertian
usaha.
Usaha mengalami permulaan dan
mengalami pula akhirnya. Ada usaha yang terhenti karena suatu kegagalan sebelum
mencapai tujuan, tetapi usaha itu belum dapat disebut berakhir. Pada umumnya,
suatu usaha baru berakhir kalau tujuan akhir telah di capai. Dengan ini,
sampailah kita kepada fungsi tujuan yang
pertama, yaitu mengakhiri usaha itu.
Tanpa adanya antisipad (pandangan
ke depan) kepada tujuan. Penyelewengan akan banyak terjadi, demikian pula
kegiatan-kegiatan yang tidak efisien, fungsi kedua dari tujuan ialah
mengarahkan usaha itu. Fungsi ketiga
ialah, suatu tujuan dapat pula merupakan titik pangkan untuk mencapai
tujuan-tujuan lain, baik merupakan tujuan-tujuan baru maupun tujuan-tujuan
lanjutan dari tujuan pertama.
Dapat dikatakan bahwa dalam satu segi
tujuan itu membatasi ruang gerak usaha, dalam segi lainnya mempengaruhi dinamik
dari usaha itu. Perbedaan antara usha-usaha yang berjenis-jenis jika di tinjau
dari segi tujuannya tidak lah terletak pada soal ada atau tidak adanya tujuan,
melainkan pada soal gradasi (tingkatan) menurut nilai tujuan dan gradasi
menurut tempo (waktu) untuk mencapai tujuan.
Fungsi ke empat dari tujuan ialah
member nilai (sifat) pada usaha-usaha itu. Ada usaha-usaha yang tujuannya lebih
luhur, lebuh mulia dari usaha-usaha lainnya. Tentu saja berdassarkan system nilai nilai
tertentu. Ada usaha yang tujuan hya lebih jelas dari usha-usaha yang lain. Ada
p[ula usaha yang bertujuan banyak. Sekali merengkuh dayug dua tiga pulau
terlampaui. Tujuan-tujuan itu, dapat parallel dan dapat pula dalam urutan satu garis lurus (liniar). Dalam hal ini,
terdapatlah tujuan yang dekat, lebih jauh, jauh dan terjauh atau dengan istilah
lain terdapat beberapa tujuan sementara (tujuan antara) dan tujuan akhir.
Fungsi tujuan akhir ialah memeli hara
arah usaha itu dan mengakhirinya setelah tujuan itu tercapai. Fungsi tujuan
sementara, ialah membantu arah usaha dan menjadi titik berpijak untuk mencapai
tujuan-tujuan lebih lanjut dan tujuan akhir. Pendidikan Islam, adalah usaha
yang bertujuan banyak dalam usaha satu garis. Sebelum mencapai tujuan akhir,
pendidikan Islam lebih dahulu mencapai beberapa tujuan sementara.
Dalam batasan mengenai pendidikan,
telah disebutkan bahwa tujuan terakhir ialah terrbentuknya kepribadian muslim.
Sebelum kepribadian muslim terbentuk, pendidikan Islam akan mencapai dahulu
beberapa tujuan sementara, antara lain kecakapan jasmani, pengetahuan membaca menulis, pengetahuan dan
ilmu-ilmmu kemasyarakatan, kesusilaan dan keagamaan, kedewassaan jasmaniah
rohaniah dan seterusnya.
TUJUAN AKHIR PENDIDIKAN ISLAM
Ketentuan-ketentuan mengenai apa
yang disebut kepribadian Muslim, adalah lebih abstrak lagi daripada kedewasaan
rohaniah. Lebih sulit pulalah untuk menentukan bila masanya dan siapa-siapa
yang telah mencapai keadaan itu. Sesungguhnya penentuan mengenai hal itu
bukanl;ah wewenang manusia. Tuhanlah yang menentukan siapa-siap diantara
hamba-Nya yang betul-betul telah mencapai kesempurnaan itu. Pendidikan dapat di
usahakan oleh manusia tetapi penilaian tertinggi mengenai hasilnya adalah Allah
yang Maha Mengetahui.
2.3. ALAT-ALAT DAN BADAN-BADAN PENDIDIKAN
A. Alat-alat Pendidikan
Jenis alat menurut fungsinya
Yang disebut alat, segala sesuatu
atau apa yang di pergunakan dalam usaha mencapai tujuan. Pendidikanpun sebagai
usaha, juga merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
Segala perlengkapan yang dipakai
dalam usaha pendidikan disebut alat pendidikan. Inilah fungsi pertama alat
pendidikan, yaitu sebagai perlengkapan. Kalau ditinjau dari pandangan yang
lebih dinamis, maka alat itu disamping sebagai alat perlengkapan, juga
merupakan alat pembantu mempermudah terlaksanyanya tujuan pendidikan. Oleh
karena itu, dalam usaha pendidikan, perlu kita meninjau tiap-tiap perlengkapan
sebaik-baiknya, jangan sampai alat itu sendiri menghambat/memperlambat
tercapainya tujuan.
Tujuan
sementara adalah alat untuk tujuan selanjutnya
Kalau disimpulakan dapatlah
alat-alat itu dibagi atas:
1. Alat sebagai perlengkapan
2. Alat sebagai pembantu mempermudah usaha
mencapai tujuan.
3. Alat sebagai tujuan.
Dalam memikirkan alat-alat apa yang
akan dipakai dalam pendidikan, fungsi setiap alat sebaiknya diperhitungkan.
Pendidikan itu adalah suatu proses yang
berjalan dari masa kemasa. Tujuan pendidikan Islam, adalah tetap tidak
berubah-ubah. Tetapi pendidikan itu bukan sekali jadi memerlukan waktu untuk
mencapai tujuannya. Pendidikan sebagai
usaha menghadapi persoalan-persoalan antara lain:
a. Soal kematangan anak-anak untuk menerima
pendidikan itu
b. Soal ruang dan waktu
Untuk
inilah perlu ada penelaahan alat-alat sebaik-baiknya, penyesuaian dengan
hal-hal tersebut.
Pembagian Kedua
Sesuai
dengan taraf-taraf perkembangan anak dan taraf sukarnya “diterima” suatu alat pendidikan oleh si terdidik, maka
alat-alat dapat pula dibagi atas:
1. Alat yang member perlengkapan berupa
kecakapan berbuat dan pengetahuan hafalan. Alat-alat ini dapat disebut
alat-alat untuk pembiasaan.
2. Alat-alat untuk member pengertian:
membentuk sikap, minat dan cara-cara berpikir.
3. Alat-alat yang membawa kearah keheningan
batin, kepercayaan dan penyerahan diri sepenuhnya kepada-Nya.
Untuk
membatasi mana alat-alat yang termasuk jinis pertama, mana kedua dan ketiga
adalalah sukar sebab keseluruhannya alat-alat pendidikan islam melingkupi
ketiga-tiganya dan semuanya diarahkan kepada yang ketiga. Kalau suatu alat
tertentu dimasukkan kedalam salah satu jenis, misalnya alat itu lebih termasuk
jenis pembiasaan, alkat itu lebih termasuk jenis kedua (pembentukan
pengetahuan), maka pembagian itu tidak mutlak, melainkan hanya sebagai cara
penyesuaian dengan tarap perkembangan si anak didik dengan alat yang dipakai.
Misalnya, Ahalat: pada anak-anak telah diberikan sebagai alat jenis pertama,
agar mereka menguasai cara-cara gerakan dalam bershalat dan menghafal doa-doa
yang harus dibaca.
Dalam
hal ini jelaslah betapa perlunya pendidik memperhatikan taraf-taraf pekembangan
si terdidik untuk menyesuaikan dengan alat-alat dan maksud-maksud usahanya.
Pembagian Ketiga
Alat-alat
pendidikan dapat pula terbagi atas:
1. Alat-alat langsung: yaitu alat-alat yang
bersifat menganjurkan sejalan dengan maksud usaha.
2. Alat-alat tidak langsung: yaitu yaitu
alat-alat bersifat pencegahan dan pembasmian hal-hal yang bertentangan dengan
maksud usaha.
Alat-alat
jenis pertama dapat pula disebut alat-alat positif, sedangkan alatt-alat jenis
kedua disebut negatif.
Yang
termasuk jenis pertama ialah segala anjuran-anjuran, perintah-perintah,
keharusan-keharusan menurut gradasinya dan segala akibat-akibatnya. Jenis kedua
meliputi segala larangan, peringatan-peringatan dan sejennisnya dengan segala
akibat-akibatnya.
Salah
satu sumber dimana kedua jenis alat ini tercantum dengan jelas, ialah
kitab-kitab Fiqih yang memuat syarat-syarat Islam: yaitu peraturan-peraturan
Allah yang harus dilaksanakan untuk kebahagian didunia dan akhirat.
Sumber-sumber Fiqih ialah: Al-Qur’an, hadits, Ijma’ dan qias.
Pada
garis besarnya, akibat-akibat dapat dibagi atas dua bagian besar denga gradasi
masing-masing.
1. Pahala, bagi orang-orang yang
mengerjakan perintah dan meninggalkan larangan.
2. Dosa, bagi yang mengerjakan larangan dan
melanggar perintah.
Gradasi
peralihan dari perintah kearah larangan dan melanggar perintah.
1. Hal-hal yang termasuk Fardu.
2. Hal-hal yang termasuk sunnat
3. Hal-hal yang termasuk mubah
4. Hal-hal yang termasuk makruh
5. Hal-hal yang termasuk haram.
Masing-masing
bagian memiliki pula gradasi: misalnya fardu, ada fardu ‘ain dan ada fardu
kifayah: sunnat ada sunnat muakkadah dan sunnat nafilah.
Pembagian ke empat.
Si
terdidik dan pendidik sebagai alat pendidikan yang bertanggung jawab.
Dalam
bab yang terdahulu telah diuraikan peranna si terdidik dalam proses pendidikan,
dalam usaha mewujudkan tujuan pendidikan Islam dalam dirinya. Ia juga termasuk
alat pendidikan. Ia mempunyai kemungkinan-kemungkinan untuk merealisasikan atau
tidak merealisasikan usaha-usaha pendidikan, untuk membantu atau tidak membantu
usaha-usaha pendidikan. Untuk mempercepat atau memperlambat tercapainya tujuan
pendidikan.
Telah
umum kita mengetahui bahwa dalam bidang kesanggupan jasmaniah, seorang tidaklah
sama dengan lainnya. Demikian pula halnya dalam bidang rohaniah (kejiwaan). Ada
orang yang lebih cepat mengerti dari yang lain, ada yang lebih rajin, dan ada
yang lebih perasa dan sebagainya.
Perbedaan
ini jangan hendaknya kita mengabaikannya. Ini adalah kenyataan yang harus kita
perhitungkan dalam penentuan alat-alat yang akan dipergunakan.
Ahli
Filsafat Ibn Rasyd pernah berkata:
“barang siapa benar-benar mempelajari ilmu
tasyrih (ilmu tubuh manusia)niscaya akan bertambah-tambah imannya kepada Allah”
Perlu
selalu di ingat bahwa disamping perbedaan-perbedaan mereka, golongan dengan
golongan, antara seorang dengan lainnya, terdapatlah persamaan hak. Mereka
mempunyai hak yang sama untuk mencapai tujuan pendidikan untuk memiliki ke
pribadian Muslim, untuk menjadi hamba Allah yang berbahagia untuk dunia dan
Akhirat.
Berdasarkan
hak inilah maka penyesuaian alat-alat pendidikan dengan keadaan mereka adalah
sangat penting, agar tiap orang, tiap golongan mmperoleh hasil-hasil pendidikan
itu sebaik-baiknya. Peranan pendidik dalam hal ini sungguh penting. Ia adalah
alat pendidikan yang sangat perpengaruh dan karenanya dipundaknya diletakkan
pertanggung jawab yang berat tetapi mulia.
B. Badan Pendidikan
Badan pendidikan sesungguhnya
termasuk pula dalam alat-alat pendidikan. Yang kita makudkan dengan badan
pendidikan, ialah organisasi atau kelompok manusia, yang karena satu dan lain
memikul tanggung jawab atas terlaksananya pendidikan. Badan pendidikan itu
bertugas member pendidikan kepada si terdidik, sesuai dengan dengan badan
tersebut.
Badan-badan pendidikan itu harus
dapat menciptakan suatu suasana, dimana pendidikan dapat berlangsung, menurut
tugas yang dipikulkan kepadanya. Misalnya sekolah-sekolah agama, sekolah itu
jangan merupakan situasi yang lain dari sekolah agama, jangan seperti pasar
umpanya, jangan pula seperti yang lain-lainnya agar proses pendidikan dapat
berlangsung dnegan wajar.
Menurut fungsi dan keadaan tugas
dari badan-badan itu dapatlah badan-badan pendidikan dibagi atas tiga golongan
yang besar:
a. Keluarga
b. Sekola-sekolah
c. Badan-badan pendidikan kemsayarakatan,
diluar keluarga dan sekolah, misalnya kepanduan dan sebagainya.
Keetiga
badan ini mempunyai kekhususannya masing-masing dalam fungsi dan tugas, tetapi
antara ketiganya terdapat juga overlapping atau saling mencangkup.
Ketiga-tiganya saling membantu dalam mendidik manusia sebagai satu keseluruhan.
Kekhususan
fungsi/tugas masing-masing badan, erat pula hubungannya dengan perkembangan
usia dan kematangan si terdidik. Faktor kematangan ini menentukan
kebutuhan-kebutuhan si terdidik dan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan itu
tersedialah bahan-bahan pendidikan yang akan menimbang dan membantunya.
Pada
waktu anak masih dalam keadaan bayi sampi anak tiba saatnya matang untuk
beersekolah, yaitu antara usiakurang lebih 0.0 tahun – kurang lebih 6.0 tahun
(catatan: usia 0.0 – 2.0 itu lazim dinamai masa vital atau masa hayati dan usia
2.0 – 6.0 tahun disebut masa estetis atau masa kanak-kanak) mengingat
kebbutuhannya waktu itu, maka pendidikan didalam keluarga yang lain cocok.
Kemudian
tiba saatnya anak matang untuk bersekolah, dimasukkanlah mula-mula ke teman
kanak-kanak, terus kesekolah dasar dan selanjutnya sesuai dengan kesempatan dan
kesanggupan.
Pada
masa sekolah ini, pendidikan berlangsung dirumah (keluarga) dan juga disekolah.
Kebutuhan anak pada masa ini, tidak dapat lagi sepenuhnya dipenuhi oleh
keluarga, bahwa keluarga tidak selalu sanggup untuk memenuhi mengingat pula
kebutuhan itu. Anak-anak sudah butuh belajar menulis, membaca dan berhitung,
sudah butuh ilmu-ilmu pengetahuan dan sebagainya. Tidak semua keluarga dapat
memenuhi kebutuhan itu sendiri bagaimana harusnya. Oleh karena itu badan pendidikan
kedualah (sekolah) yang mendapat tugas
melaksanakan pendidikan serupa itu.
Selanjutnya,
si terdidik membutuhkan suasana pendidikan lain pula di luar keluarga dan
sekolah. Meereka memasuki perkumpulan-perkumpulan kepanduan,
perkumpulan-perkumpulan pemuda dan sebagainya. Maka pemimpin-pemimpin badan
kemasyarakatanlah yang memegang peranan membimbing mereka dalam hal ini.
Demikian ketiga badan pendidikan ini melaksanakan tugas-tugasnya secara khusus
dan saling membantu.
a. Pendidikan dalam keluarga
Pendidikan ini, tepat jika disebut
ppendidikan yang pertama di dapat oleh si terdidik, dan dapat pula disebut
pendidikan yang terutama. Para ahli sependapat betapa pentingnya pendidikan
dalam keluarga, bahwa apa-apa yang terjadi dalam pendidikan itu membawa pengaruh terhadap kehidpan si
terdidik, demikian pula terhadap pendidikan-pendidikan yang akan dialaminya di
sekolah dan di masyarakat.
Pada sat-sat pertama, yaitu padda masa hayati pada usia kurang lebih 0.0
– kurang lebih 2.04), orang tualah yang memegang peranan utama dan
memikul tanggung jawab mengenai pendidikan si anak. Pada masa ini pemeliharaan
dan pembiasaanlah yang terutama memegang peranan. Kasih sayang orang tua yang
wajar, akibat dari hubungan darah, sangat banyak pengaruhnya dalam proses pendidikan
. bahwa ada oreang tua juga yang tidak dapat memperlihatkan rasa kasih sayang
yang wajar, itu adalah kekecuslian.
Pada mumumnya hubungan
kekeluargaan, menimbulkan secara otomatis rasa kasih sayang itu. Rasa kasih
sayang itu adalah sangat penting, terutama mengingat keadaan si anak.
Pada masa ini seluruh masa
kebutuhannya terseerah mentah-mentah kepada pendidikannya. Kita mengatakan
perlunya rassa kassih sayang yang wajar. Oleh karena banyak sekali terjadi
bahwa rasa kassih sayang orang tua demikian rupa sehingga keterlaluan
dinyatakan, dan mengakibatkan kesulitan-kesulitan kemudian. Kasih sayng
seedemikian, dapat menimbbulkan sifat manja keterlaluan, dapat pula menghambat
pula perkembangan kepribadian si anak.
Jadi pada satu pihak kasih sayang
itu memang perlu, tetapi pada pihak yang lain perlu pula ada batas-batasnya.
Hal ini dapat terjadi jika orang tua
beretindak bukan hanya mengikuti perasaan, tetapi juga dengan pikiran. Ingatlah
selalu betapa besar pengaruh pendidikan yang pertama ini, seperti sabda Nabi
Muhammad saw:
“setiap anak dilahirkan dengan fitrah. Maka ibu bapaknyalah yang
menasranikannya atau menyahudikan atau memajusikannya”
b. Sekolah
Sekolah adalah badan pendidikan
yang penting pula sesudah keluarga. Ketika anak meningkat usia kurang lebih 6
tahun, perkembangan intelek, daya berpikir mereka adalah sedemikian sehingga
mereka telah membutuhkan beberapa dasar ilmu pengetahuan. Masa antara 6 a 7
tahun sampai 12 a 13 tahun, biasanya juga disebut masa intelek. Anak-anak telah
cukup matang untuk belajar dasar-dasar berhitung, ilmu-ilmu pengetahuan alamiah
dan kemasyarakatan, penambahan perbendaharaan dan ilmu bahasa, ilmu pengetahuan
keagamaan dan sebagainya. Di rumah tangga (keluarga), tidak selamanya tersedia
kesempatan dan kesanggupan pendidik untuk member pelajaran-pelajaran itu. Dalam
hal ini, sekolahlah yang diatur dan di siapkan sedemikian untuk dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan itu.
Tugas guru dan pemimpin-pemimpin
sekolah di samping memberikan budi pekerti dan keagamaan, memberi pula
dasar-dasar ilmu pengetahuan. Pendidikan budi pekerti dan keagamaan yang
diselenggarakan disekolah-sekolah, haruslah merupakan lanjutan, setidak-tidaknya
jangan bertentangan dengan apa yang diberikan
dalam keluarga.
Mengetahui ilmu-ilmu umum yang
diberikan oleh sekolah, keluarga tidak usah khawatir apa-apa. Hal itu hanya
melatih anak berpikir, member mereka perlengkapan-perlengkapan ilmu pengetahuan
sebagai bahan untuk berpikir dan bekerja. Bagi keluarga yng kuarang sanggup
memebrika ilmu pengetahuan itu, dapatlah menyerahkan tugas ini kepada sekolah
dengan penuh kepercayaan.
Tetapi bagi keluarga-keluarga yang
dapat membantu, akan lebih baik lagi jika dapat sekedar memberikan
tambahan-tambahan dalam beeberapa hal yang mungkin akan ditanyakan oleh
anak-anaknya karena belum mengerti betul di
sekolah. Bagi kedua-duanya dapat atau tidak dapat member pelajaran
mengenai ilmu-Ilmu yang di ajarkan disekolah, setiap keluarga harus memebantu
sekoloah dalam member kesempatan serta mengawasi kegiatan belajar anak-anaknya
dirumah. Saling mengerti antara rumah dan sekolah dalam bidang kemajuan ilmu
pengetahuan yang dapat dimiliki oleh anak, melainkan dalam pembentukan sikap,
minat dan cara belajar yang teratur. Hal mana sangat perlu bagi pembentukan
kepribadian si anak. Selaindari itu, setiap kerjasama antara rumah dan sekolah
dalam bidang apapun, akan membantu meniadakan konflik-konflik batin yang timbul
karena perbedaan pandangan antara kedua badan pendidikan itu.
Sekolah harus banyak membantu
keluarga dalam usaha pembentukan kepribadian membentuk budi pekerti dan kalau
mungkin keagamaan. Kalau dipeerhatikan betapa lama sekolah-sekolah memegang
peranan dalam pembentukan kepribadaian seseorang mulai darri taman kanak-kanak
sampai sekolah tinggi (bagi mereka yang berkesempatan), maka dapatlah
disimpulkan bahwa sebagian besar pembentukan kecerdasan (pengertian), sikap dan
minat sebagai bagian dari pembentukan kepribadian, dilaksanakan oleh sekolah.
Hal ini menunjukkan batapa pentingnya sekolah itu dan betapa besar pengaruhnya.
Mungkin berumur anak-anak (si terdidik) makin sedikitlah waktunya untuk
tinnggal bersamasam keluarga dirumah, dan makinn sedikit pula kesempatan, bagi
pendidik-pendidik dalam keluarga. Sebagian besar waktu itu habis di sekolah.
c. Pendidikan dalam Masyarakat
Pendidikan yang dialami dalam
masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa jam seharian lepas
dari asuhan kelurga dan berada diluar dari pendidikan sekolah.
Corak dan ragam pendidikan yang
dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang,
baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertian (pengetahuan)
sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Kalau kita berpegang teguh pada
batas kita semula, bahwa pendidikan ialah bimbingan secara sadar , maka
sebagian dari pengalaman yang diperoleh dalam masyarakat tidak dapat dimasukkan
dalam kategori pendidikan. Ini hanya dapat dimasukkan kedalam kategori
pergaulan. Tetapi sebagian besar dari pengalaman dimasyarakat itu dapat merupakan pendidikan dalam arti yang
sesungguhnya, yaitu berupa bimbingan secara sadar. Pada taraf-taraf sebelum
kedewasaan tercapai,bimbingan secara sadar itu dilakukan oleh orang-orang lain,
yaitu pemimpin-pemimpin kemasyarakatan, seedangkan pada masa dewasa, bimbingan
lebih bersifat pendidikan sendiri, membentuk kebiasaan sendiri, mencari
sumber-sumber pengetahuan sendiri dan mempertebal keyakinan kita sendiri akan nnilai-nilai
kemasyrakatan, kesulitan dan keagamaan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1.
Dalam dunia pendidikan terdapat dua istilah yaitu:
a.
Pendidikan dalam arti sempit: bimbingan yang diberikan kepada anak sampai ia
dewasa.
b.
Pendidikan dalam arti luas: bimbingan yang diberikan sampai mencapai tujuan
hidupnya.
2.
Pendidik ialah manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung
jawab tentang pendidikan si terdidik.
3.
Dasar pendidikan Islam ialah: Firman Allah SWT (Al-Qur’an) dan Al Hadits
4.
Alat pendidikan Islam.
Yang pertama.
a.
Sebagai perlengkapan
b.
Sebagai pemebantu untuk mempermudah mencapai tujuan
c.
Ssebagai tujuan.
Yang kedua
a.
Memberi kecakapan.
b.
Memberi pengertian.
c.
Membawa kearah keheningan hati.
Yang ketiga
a.
Alat-alat langsung.
b.
Alat-alat tidak langsung
Yang ke empat
a.
Peserta didik dan pendidik.
Daftar Pustaka
Marimba, Ahmad.1962 pengantar
filsafat pendiddikan islam, bandung: pt.alma’arif